Gajah Sumatera Sedang Menuju Kepunahan

gajah sumatera
Share :
gajah sumatera
gajah sumatera

ragamlampung.com — Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan World Wildlife Fund Indonesia memaparkan hasil studi konservasi status gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) berdasarkan analisis asam nukletida (DNA) atau cetak biru makhluk hidup,

“Hasilnya, gajah sedang menuju kepunahan,” ujar ekolog satwa liar WWF-Indonesia, Sunarto, akhir pekan ini (18/8/2016).

Dia menjelaskan metode dalam studi yang dilakukan sejak 2012 tersebut. Pertama, tim gabungan WWF-Indonesia dan Eijkman mengambil sampel kotoran dari beberapa habitat gajah di Pulau Sumatera, seperti di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, Riau, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung Barat.

Kedua, sampel tersebut dibawa ke laboratorium Eijkman di Jakarta untuk diekstraksi DNA-nya. Tak hanya itu, Sunarto dan tim juga melacak koloni gajah menggunakan kalung global positioning system (GPS).

Kata dia, gajah kian terdesak di berbagai tempat di Sumatera. Di Tesso Nilo, misalnya, dia dan tim mencatat ada 113-154 individu gajah. Namun, berdasarkan data DNA dan tracking kalung GPS, ada beberapa individu yang bergerak ke lokasi yang sebetulnya bukan habitat mereka. “Yakni, kawasan hutan tanaman industri,” ujarnya.

Dia menduga itu terjadi karena tingginya perambahan hutan yang kian menggerus habitat gajah di Tesso Nilo. “Sebanyak 80 persen habitat gajah di Sumatera hilang dalam beberapa dekade terakhir, termasuk Tesso Nilo,” katanya.

Imbasnya, Sunarto menyebutkan, secara global populasi gajah di Sumatera menurun drastis selama 10 tahun terakhir. Dari 2.400 individu pada 2007, menjadi sekitar 1.400 pada 2015. Artinya, ada 100 gajah yang mati tiap tahunnya.

Penurunan ini, menurut Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia, Krismanko Padang, terjadi karena akibat defrostasi dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan hutan tanam menjadi pemukiman. Hal itu pulalah yang meningkatkan frekuensi konflik antara gajah dan manusia, yang menyebabkan kematian gajah. Intensitas konfliknya mencapai 23 kasus per tahun. (ar)

Share :