Disleksia: Tanda Potensi Perangi Stigma Kesulitan Belajar

sir richard branson, orang terkaya di dunia yang menderita disleksia.
Share :

ragamlampung.com — Salah satu orang terkaya di dunia, Sir Richard Branson mengatakan bahwa disleksia harus diakui sebagai tanda potensi untuk memerangi stigma seputar kesulitan belajar. Dia mencontohkan, Albert Einstein, Henry Ford, dan Steve Jobs, beberapa orang yang memiliki kelainan kesulitan membaca dan memahami pelajaran itu.

Branson putus sekolah pada usia 16 tahun karena masalah disleksia. Ia diperlakukan sebagai orang cacat, gurunya menganggap malas dan bodoh, dan ia tidak dapat mengikuti atau menyesuaikan diri di sekolah.

Dalam sebuah artikel untuk The Sunday Times, Branson menulis alasan ia berpikir orang-orang yang disleksia berhasil dalam hidupnya setelah berjuang di sekolah yang kadang cenderung menyederhanakan sesuatu.

Survei YouGov yang akan diresmikan saat peluncuran dari badan amal miliknya, Disleksia menunjukkan bahwa hanya tiga persen orang menganggap disleksia sebagai sifat positif. “Sudah saatnya kita kehilangan stigma disleksia,” tulisnya. “Ini bukan kerugian, melainkan cara berpikir yang berbeda.

“Setelah terbebas dari praktik dan prasangka sekolah kuno, pikiran saya terbuka. Di dunia nyata, disleksia saya menjadi keuntungan besar. Ini membantu saya untuk berpikir kreatif dan lateral, dan melihat solusi di mana orang lain melihat masalah,” katanya, dilansir dari Indpendent, Rabu (14/6/2017).

Untuk mengubah persepsi, katanya, kita harus merayakan semua yang telah dicapai orang-orang disleksia, sehingga orang muda tidak lagi menyerah sebelum mereka memulai upayanya.

Dia berharap amal barunya akan mengembangkan kampanye menjelaskan pemikiran disleksia dan bekerja dengan pemerintah, pemimpin bisnis, dan individu untuk mengidentifikasi dan mengilhami disleksia.

Satu dari 10 orang Inggris menderita disleksia: lebih dari 6 juta orang. “Bayangkan perbedaan yang bisa kita buat jika setiap orang didorong untuk mencapai potensi mereka dan berusaha mewujudkan mimpinya. Inilah saatnya untuk membuat sebuah perbedaan,” katanya.

Awal tahun ini, ahli syaraf menemukan apa yang nampaknya menjadi alasan mendasar mengapa beberapa orang mengalami disleksia. Dengan menggunakan pemindaian MRI, para periset mengidentifikasi “tanda tangan saraf” di antara disleksia, yang otaknya menunjukkan tingkat “plastisitas” yang lebih rendah atau kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan informasi baru. (ar)

Share :