Kebencian Etnis dan Agama Minoritas Meningkat di Inggris

ilustrasi
Share :

ragamlampung.com — Jumlah tindakan kebencian terhadap warga Inggris dari etnis atau agama minoritas, melonjak tajam setelah Inggris memilih keluar dari Uni Eropa (UE), ditambah lagi terjadinya serangan teror baru-baru ini.

The Home Office, laporan pemerintah Inggris, menjelaskan, Selasa (17/10), kenaikan 29 persen dalam setahun menandai lompatan tahunan terbesar dalam kejahatan kebencian sejak angka pertama kali tercatat tahun 2011. Antara tahun 2015 dan 2016, ada 62.518 pelanggaran yang dilaporkan. Tahun berikutnya angka itu naik menjadi 80.393.

“Ada kenaikan yang nyata dalam kejahatan kebencian saat referendum UE”, kata laporan tersebut, merujuk pada referendum Brexit.

Pelanggaran agama atau ras diperburuk dalam bulan-bulan menjelang pemilu di Inggris. Dari sekitar 3.500 insiden yang tercatat pada April 2016 sampai lebih dari 5.000 pada bulan Juni tahun yang sama, ketika keputusan untuk meninggalkan UE diumumkan. Pada bulan Juni 2017, dilaporkan kejahatan kebencian mencapai puncaknya pada 6.000 orang.

The Home Office seperti dikutip dari Mirror, Kamis (19/10/2017), mengatakan, angka-angka meningkat setelah kejadian di jembatan Westminster Bridge, Manchester Arena dan London Bridge, yang berlangsung bulan Maret, Mei, dan Juni tahun ini masing-masing, bersama-sama mengklaim lebih dari 30 jiwa.

Kebencian dan Islamofobia cenderung meningkat setelah tersangkanya dituduh berasal dari Muslim, dan akibat luasnya penganut agama Islam harus menderita hukuman kolektif.

Wanita Muslim menderita secara tidak proporsional, kata Ragad Altikriti, anggota senior Asosiasi Muslim Inggris.

“Statistik telah membuktikan bahwa membenci kejahatan terhadap umat Islam meningkat secara signifikan di sekitar serangan teroris,” katanya kepada Al Jazeera.

Umat Muslim di Inggris ada 2,8 juta orang.

Peristiwa politik seperti referendum UE dan pemilihan Presiden AS Donald Trump, dianggap sebagai pemicu Islamofobia, kata Ansari.

“Kejahatan kebencian selalu ada di sana, menyusul pemungutan suara Brexit dan pemilihan Trump, telah memberi orang lisensi menjadi lebih kejam dalam serangan mereka,” katanya. “Dan, wanita Muslim sepertinya menjadi target utama.” (ar)

Share :