Pembantaian 10 Rohingya, Episode Baru di Myanmar

Share :

ragamlampung.com — Sebanyak 10 orang tahanan Muslim Rohingya melihat tetangga mereka, warga Budha, menggali sebuah kuburan. Setelah itu, pada pagi harinya, tanggal 2 September 2017, semua tahanan itu terbaring mati.

Dua orang di antaraanya sempa disiksa sampai mati oleh penduduk desa Budha. Sisanya ditembak oleh tentara. Kejadian itu dikisahkan dua penggali kubur.

Pembunuhan tersebut menandai episode lain kekerasan di negara bagian Rakhine utara, Myanmar. Rohingya menuduh tentara melakukan pembakaran, perkosaan, dan pembunuhan.

PBB mengatakan tentara telah melakukan genosida, tapi rezim Myanmar mengatakan itu bagian respons legal terhadap serangan gerilyawan.

Orang-orang Rohingya sudah menetap di Rakhine beberapa abad lalu. Tapi, kebanyakan orang Myanmar yang beragama mayoritas menganggap mereka sebagai imigran Muslim yang tidak diinginkan dari Bangladesh.

Tentara mengacu pada Rohingya sebagai “orang Bengali”, dan sebagian besar tidak memiliki kewarganegaraan.

Hampir 690.000 Rohingya meninggalkan desa mereka dan melintasi perbatasan ke Bangladesh sejak Agustus 2017.

Apa yang terjadi pada hari menjelang pembunuhan di Din Din sekarang disatukan. Untuk pertama kalinya mengambil wawancara dengan penduduk desa Budha yang mengaku membakar rumah Rohingya, mengubur mayat, dan membunuh orang-orang Muslim.

Reuters menginvestigasi kejadian itu tapi mendorong pemerintah Myanmar menangkap dua wartawan kantor berita tersebut. Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditangkap karena diduga mendapatkan dokumen rahasia berkaitan dengan Rakhine.

Pada tanggal 10 Januari, militer mengakui bahwa 10 orang Rohingya dibantai di Inn Din
Tapi, versi militer bertentangan dengan hal-hal penting dengan catatan yang diberikan oleh saksi Muslim Rakhine dan Rohingya.

Militer mengatakan 10 orang tersebut kelompok “200 teroris” yang menyerang pasukan keamanan. Namun, warga desa Budha yang diwawancarai melaporkan tidak ada serangan gerilyawan terhadap pasukan keamanan di Inn Din.

Juru bicara pemerintah Zaw Htay mengatakan, tidak menyangkal tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.

“Tapi, Jika ada bukti utama kuat dan andal tentang pelanggaran, pemerintah akan menyelidiki. Dan jika kita menemukan bukti itu benar dan pelanggarannya ada di sana, kita akan melakukan tindakan yang diperlukan sesuai hukum,” katanya. (ar)

Share :