KPK Dalami Peran Zulkifli Hasan

Share :

ragamlampung.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran Zulkifli Hasan saat menjabat Menteri Kehutanan tentang pemberian ijin pengelolaan hutan di Kalimantan Selatan yang mana izin tersebut memudahkan sang adik mengelola PT Bara Mega Citra Mulia, perusahaan tambang batu bara.

Hal ini terungkap dalam persidangan kasus korupsi Bupati Lampung Selatan (Lamsel) non aktif Zainudin Hasan yang digelar di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Senin (25/2/2019).

PT Bara Mega Citra Mulia ini adalah perusahaan milik Zainudin Hasan yang kemudian dalam proses pengerjaannya dilakukan oleh orang-orangnya.

Seperti halnya Gatot Soeseno, seseorang yang dijadikan Zainudin Hasan sebagai komisaris. Dimana, gaji Gatot Soeseno per bulan sebesar Rp100 juta diambil oleh Zainudin Hasan. Dengan cara, Gatot Soeseno dimintai untuk memberikan rekening miliknya.

“Rekening itu berisi honor Gatot Soeseno. Rekeningnya dipegang oleh Sudarman, anak buah Zainudin Hasan yang kemudian dari penarikan uang itu dibelanjakan sejumlah kendaraan mewah,” ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ariawan dalam persidangan.

Atas adanya peranan Zulkifli Hasan, Ariawan menegaskan pihaknya masih akan mendalami hal itu. Menurut dia, Zulkifli Hasan sejauh ini tidak dihadirkan sebagai saksi untuk menjelaskan tentang perizinan tersebut.

“Dia punya hak ingkar untuk menjadi saksi dikarenakan antara keduanya masih ada hubungan saudara,” terang Ariawan.

Ariawan menambahkan, Zainudin Hasan dalam perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) didakwa telah menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya sebesar Rp7.162.500.000. Penerimaan itu didapat dari rekening milik Gatoet Soeseno di Bank Mandiri Nomor Rekening 1010006541450 sebesar Rp3.162.500.000 ditambah dari rekening Mandiri 1660001075142 atas nama Sudarman dari PT Estari Cipta Persada sebesar Rp4 miliar.

Sehingga jaksa menilai perbuatan Zainuddin Hasan melawan hukum sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

“Dimana kedua transaksi tersebut disamarkan sebagai gaji sebagai komisaris, sehingga hal ini berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya selaku Bupati Lamsel dan tidak melaporkan kepada KPK sampai dengan batas waktu 30 hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” jelasnya. (kur)

Share :