Sebab Industri Oleh-Oleh Lampung Sulit Berkembang

ilustrasi
Share :
ilustrasi
ilustrasi

ragamlampung.com — Perkembangan industri oleh-oleh di Indonesia masih besar, bahkan potensinya cukup tinggi.

“Presentasi yang ada, perminta tinggi 100 persen yang terakomodir 60 persen, sehingga masih ada peluang 40 persen,” kata President of Indonesia Pastry Alliance, Chef Rahmat Kusnedi yang juga seorang Chef Pastry, Minggu (11/9/2016).

Sayangnya, oleh-oleh yang sudah memiliki nama hanya sebagian kecil saja. Dan itu didominasi di wilayah Jawa. Sebut saja brownies kukus dan pisang boleh dari Bandung. Atau sebut lapis talas Bogor atau roti unyil dari Bogor. Adapula lapis Surabaya, bakpia dari Yogyakarta.

Di wilayah Sumatera ada keripik balado dari Padang, ada keripiki pisang dari Lampung dan lainnya. Dan dari Sulawesi ada klapetart. Sementara para baker dari provinsi kecil sangat sulit memajukan oleh-oleh produksinya.

Rahmat mengatakan, Taiwan memiliki 6.000 praktisi bakery atau pastry. Sedangkan Indonesia yang begitu besar praktisinya masih di bawah jumlahnya. Ia berharap pemerintah mendukung industri ini. “Salah satu kuliner adalah oleh-oleh. Jangan sampai destinasi ditambah tapi khazanah lokal tidak ditunjang,” jelasnya.

Penyebab industri oleh-oleh belum berkembang baik adalah koneksitas. Pembuat oleh-oleh tentu membutuhkan bahan baku. Sementara bahan baku belum tersalurkan semua, untuk menuju pelosok harus pakai udara akibatnya biayanya tinggi.

Selain itu masalah lainnya adalah peralatan. Masih banyak baker yang kesulitan menggunakan cara tradisional.

Tak hanya itu, masalah SDM juga berpengaruh. Di Jakarta dan di Jawa lainnya banyak sekali, tapi kalau di daerah belum ada. (ar)

Share :