ragamlampung.com — Pekerja rumah tangga (PRT) di Provinsi Lampung tak lama lagi dapat mengikuti sekolah yang diselenggarakan komunitas tertentu. Di sekolah ini PRT diajari keterampilan menggunakan peralatan untuk pekerjaan rumah tangga.
Sekolah serupa dibuka di Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, dan Jawa Timur, yang merupakan penyedia jasa dan pasar PRT. Makassar dan Lampung terutama dikenal pemasok jasa PRT. Sedangkan DKI Jakarta merupakan pasar masuknya para PRT.
Setelah keterampilan mereka terasah, kemudian mempelajari hak sebagai pekerja, seperti kontrak kerja, gaji terstandar, gaji dibayar tepat waktu, jam kerja jelas, serta hak untuk istirahat dan berlibur.
Usai merampungkan sekolah, PRT mendapat sertifikat. Dengan demikian, upah yang diterima PRT dapat naik dan diakui sebagai pekerja profesional. Tak hanya itu, meningkatnya kemampuan PRT diharapkan membuat mereka terhindar dari kekerasan dan pelecehan seksual, eksploitasi pekerja anak, dan perdagangan manusia.
Tahap awal dibuka sekolah untuk penata rumah tangga dan memasak. Mereka dilatih di dalam kelas dan praktek langsung. Sekolah berlangsung selama enam bulan dengan satu pekan dilaksanakan dua kali pertemuan. Masing-masing pertemuan dalam satu pekan digunakan untuk pelatihan secara teori dan praktek.
Di Jawa Timur, sekolah itu sudah dimulai. Puluhan PRT mengikuti sekolah di Sanggar Kegiatan Belajar, Kota Malang, Selasa (4/10/2016). Sekolah PRT diselenggarakan Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP) Malang bekerja sama dengan organisasi buruh internasional ILO.
“Para pekerja rumah tangga dilatih bekerja yang efektif sesuai dengan standar,” kata koordinator promosi proyek ILO Jawa Timur, Irfan Affandi.
Sekolah ini diuji coba di Malang menggunakan basis komunitas. Pendidikan diselenggarakan di setiap komunitas tertentu. Mereka berasal dari berbagai daerah di Malang. Dengan bersekolah PRT, para pekerja bisa meningkatkan keterampilan, terutama keterampilan menggunakan peralatan untuk pekerja rumah tangga.
Data ILO menyebutkan jumlah PRT di Indonesia mencapai 2,6 juta. Kebanyakan mereka bekerja di rumah majikan, menginap, serta tanpa memiliki hak cuti dan berlibur. (ar)
Leave a Reply