ragamlampung.com – Seorang penumpang Garuda rute Jakarta–Melbourne, sakit parah saat dalam penerbangan. Tapi, pilot tidak tidak melakukan upaya pendaratan darurat saat ada penumpang dalam kondisi bahaya. Akibatnya, penumpang bernama Lukmanto (66) itu meninggal dunia setibanya di bandara.
Informasi tersebut disampaikan anggota Ombudsman RI Alvin Lie yang mendapatkan laporan dari seorang rekannya yang kebetulan berada dalam satu pesawat dengan Lukmanto.
Ia menuturkan, insiden terjadi sekitar 50 menit setelah pesawat GA 716 take off dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (14/10) pukul 23.00 WIB. Tiba-tiba ada announcement dari kru pesawat soal kebutuhan tenaga dokter karena ada penumpang yang sakit keras.
”Teman saya lihat langsung sang penumpang tersebut sedang dipapah ke toilet. Namun, tidak ada respons,” katanya, Minggu (16/10/2016).
Tiga menit berselang, announcement serupa diulang beberapa kali. Kondisi Lukmanto memang sedang gawat saat itu.
Meski begitu, penerbangan tetap dilanjutkan ke Melbourne. Hingga akhirnya, pesawat mendarat Sabtu (15/10) pukul 09.10 LT di Bandara Internasional Melbourne.
Sampai di sana, ternyata penumpang dilarang turun. Begitu pintu dibuka, polisi dan paramedis langsung masuk. ”Namun, penumpang yang sakit sudah meninggal,” katanya.
Alvin menyangkan kejadian itu, sebab ada kesempatan mendarat darurat. Apakah itu di Surabaya atau Denpasar.
Atau, bahkan return to base ke Cengkareng. ”Apabila pesawat langsug divert, kemungkinan penumpang yang sakit tersebut masih bisa diselamatkan,” katanya.
Alvin menduga ada pelanggaran SOP dalam insiden tersebut. SOP di dunia penerbangan mewajibkan pesawat harus divert ke bandara terdekat bila ada penumpang dalam kondisi darurat.
Misalnya, yang terjadi pada penerbangan Airbus A380 SQ rute Sydney–Singapura pada 2012. Pesawat mendarat darurat di Bandara Soekarno-Hatta karena ada penumpang yang sakit serius meski hanya 50 menit lagi tiba di tujuan bila dilanjutkan. (ar)
Leave a Reply