ragamlampung.com — Buni Yani, pemilik akun media sosial Facebook itu kini ngetop usai mengunggah rekaman video Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, saat mengutip surat Al Maidah Ayat 51.
Ia pun kini berada di pusaran kasus dugaan penistaan agama tersebut, dan disebut-sebut berpotensi sebagai tersangka.
Di sela gejolak ini, Paguyuban Diskusi dan Masyarakat Keadilan Indonesia berlomba-lomba menggalang dukungan melalui petisi di laman www.change.org. Tuntutan keduanya berbeda, jka yang satu mendorong agar Buni diproses hukum, yang lainnya justru mendesak agar proses hukum dihentikan.
Paguyuban Diskusi meminta aparat kepolisian dan kejaksaan memproses Buni Yani sebagai biang keladi yang telah memelintir ucapan Ahok yang kemudian menjadi sumber dari kegaduhan yang terjadi belakangan ini. Petisi ini telah ditandatangani oleh 133.671 pendukung (data per 7 November 2016, pukul 10.17 WIB).
Mereka menilai transkrip editan Buni ini menjadi pedoman utama untuk melaporkan Ahok ke pihak berwajib, yang mana Ahok sendiri sudah bersedia untuk diperiksa dan telah minta maaf atas salah kaprah dan kekisruhan yang ditimbulkannya. Sementara Buni sebagai sumber utama kegaduhan justru belum diproses hukum. Padahal perbuatannya memelintir transkip video tersebut telah menyebabkan kegaduhan dan membodohi publik.
Karena itu, dalam petisi yang diinisiasi oleh Paguyuban Diskusi ini menegaskan, Buni dapat dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan delik aduan penipuan.
Apalagi, dalam transkrip yang ia sebarkan melalui akun Facebook itu disertai judul bombastis dari tautan yang dibagikannya, yaitu dengan kalimat pertanyaan “Penistaan Agama?” yang tidak bisa tidak memang mempertajam pesan kepada calon gubernur petahana, Ahok, sebagai pelaku penistaan agama.
Dalam petisi itu juga disebutkan, bisa saja Buni berkelit bahwa bukan dirinya yang pertama mengunggah video tersebut. Tapi, yang pertama kali menggunakan kalimat “penistaan agama”, walaupun dalam bentuk tanda tanya, adalah pria kelahiran Lombok, 16 Mei 1969, itu.
Apa yang dilakukan lulusan magister Ohio University menimbulkan efek yang mengakibatkan bangkitnya kemarahan mayoritas Muslim. Atas dasar itulah, petisi yang diinisiasi Paguyuban Diskusi mendesak pihak kepolisian agar segera melakukan proses hukum terhadap Buni.
Petisi lain justru meminta aparat kepolisian menghentikan proses hukum yang menjerat Buni Yani. Melalui petisi di laman www.change.org, Masyarakat Keadilan Indonesia menggalang dukungan publik agar menandatangani petisi dengan judul “Save Buni Yani: Setop Proses Hukumnya.”
Petisi yang telah ditandatangani oleh 11.777 pendukung (data per 7 November, pukul 10.17 WIB) ini tidak sepanjang petisi yang diinisiasi Paguyuban Diskusi. Namun, petisi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian itu memuat pesan kuat: Buni tidak bersalah dalam mengunggah video Ahok.
Mereka menilai, Buni Yani hanya menjalankan tugasnya sebagai warga negara, akademisi dan peneliti media yang dijamin oleh kebebasan berpendapat sesuai dengan UUD 1945. “Segala tuntutan kepadanya akan merupakan preseden yang buruk bagi penegakan hukum, kebenaran dan keadilan di Tanah Air,” demikian petisi itu. (ar)
Leave a Reply