ragamlampung.com — Gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, Rabu (7/12/2016), dengan skala 6,5 Skala Richter, dinyatakan setara dengan kekuatan empat hingga enam kali bom yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjelaskan, gempa dangkal di dekat bibir pantai tapi, secara magnitut tidak sampai menyebabkan tsunami.
“Kekuatannya setara 4 hingga 6 kali bom Hiroshima, karenanya bisa menyebabkan ratusan bangunan rusak,” kata Manajer Teknik Uji Numerik Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai BPPT, Widjo Kongko, di Yogyakarta, Kamis (8/12/2016).
Ia menjelaskan, pada dasarnya bukan gempa yang “membunuh”, tetapi korban justru ada karena tertimpa bangunan atau lainnya. Karena itu, peta detil mikrozonasi daerah vital, pemukiman, daerah industri sangat diperlukan dan harus dipatuhi.
Ia menegaskan, pembangunan kapasitas untuk manusia tetap harus sinergis demi berjalannya mitigasi bencana dengan baik.
Potensi gempa-tsunami Dalam kegiatan press tour BPPT ke Balai Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai, Widjo juga sempat menunjukkan model simulasi gempabumi dan tsunami berkekuatan 8 hingga 9 SR jika terjadi di sebelah barat Selat Sunda yang selama ini disebut para ahli dan peneliti sebagai seismic gap. Karena belum ditemukan catatan gempa di sana sehingga diperkirakan masih menyimpan kekuatan besar di lokasi yang di sebut para ahli sebagai Megathrust South Sumatera.
Dampak yang terlihat pada model gempa dan tsunami yang terlihat di komputer tersebut begitu dasyat bahkan, menurut Widjo, dengan kekuatan itu mampu menjangkau Teluk Jakarta dengan ketinggian gelombang tsunami dapat mencapai 3 s.d. 4 meter. Ujung Kulon akan menjadi yang terdampak pertama, begitu pula wilayah Lampung, Pulau Enggano dan pesisir Bengkulu.
Pengamat gempa bumi, Cecep Surbaya mengatakan, sesar Samalanga-Sipopok dipastikan menjadi pemicu gempa berkekuatan 6,5 SR yang mengguncang Aceh hingga menyebabkan 99 orang meninggal.
Ia mengatakan, Samalanga adalah sesar lokal yang berada di sekitar Sesar Besar Sumatera. Jumlah sesar lokal yang menyebar dari Aceh hingga Lampung ini memang cukup banyak sekali. Terutama di Bukittinggi, Solok dan Sijunjung.
Gerakan dari sesar lokal yang mengguncang Aceh itu tidak pernah diprediksi sebelumnya dan tidak masuk dalam pemetaan. Selama ini, para ilmuan dan lembaga kegempaan hanya mengkhawatirkan gesekan Sesar Sumatera atau biasa juga disebut Sesar Semangko.
Sesar Sumatera Besar, atau Great Sumatran Fault yang diyakini paling aktif dan diperkirakan terpanjang di dunia ini, menjulang dari mulai India, Andaman, membelah Kota Banda Aceh hingga Teluk Semangko di Lampung. Sesar ini menyatu dengan Sesar Cimandiri di Pelabuhan Ratu. Karena itu, bila Sesar Sumatera yang merupakan sesar datar ini bergerak dan menyebabkan gempa besar, dapat memicu gelombang tsunami.
“Ini sesar mendatar, epicenter gempanya ada di darat. Harus dicermati di daerah di daratan Sumatera, karena epicenter berada di bawah pemukiman penduduk, dapat rusak,” kata
Cecep mengatakan, kejadian gempa sulit diprediksi, juga soal apakah gempa darat dapat merangsang gempa laut. Meski para ilmuan mengkhawatirkan Great Sumatran Fault, tapi kali ini gempa justru terjadi di luar itu.
“Kalau dilihat secara ilmiah, kita sudah mempredikis (ahli dunia dan Indonesia) ancama pada zona rentan gempa, tapi belum diberikah hidayah oleh Allah kapan terjadinya. Ini jadi tugas pemirintah pusat dan daerah, BMKG dan BNPB untuk menghadapi kejadian gempa di darat dan laut yang sebabkan tsunami,” katanya. (ar)
Leave a Reply