Amerika pun Menentang Kebijakan Anti-Muslim Presiden Trump

donald trump tandatangani keputusan border security and immigration enforcement improvement.
Share :

ragamlampung.com — Perusahaan Google, Apple, dan perusahaan teknologi lainnya di Amerika Serikat, kecewa sekaligus protes terhadap kebijakan imigrasi Presiden Donald Trump. Kebijakan itu melarang warga dari tujuh negara mayoritas Muslim memasuki Amerika Serikat.

Mereka beralasan, industri teknologi Amerika bergantung kepada insinyur asing dan ahli teknik lainnya yang tercemin dalam persentase tenaga kerja yang cukup besar.

“Saya ikut prihatin dengan kebijakan Trump tentang imigrasi,” CEO Apple Tim Cook, menulis memo kepada para karyawan yang diperoleh Associated Press, dikutip Minggu (29/1/2017).

“Ini bukan kebijakan yang kami dukung,” imbuh Cook.

Trump telah menandatangani Keputusan Presiden (Executive Order) mengenai Border Security and Immigration Enforcement Improvement. Atau pelarangan masuknya pendatang dari negara-negara mayoritas Muslim, yakni Irak, Suriah, Iran, Sudan, Libya, Somalia, dan Yaman.

“Kami telah menghubungi Gedung Putih untuk menjelaskan efek negatif pada rekan kerja kami dan perusahaan kami,” kata Cook.

CEO Netflix Reed Hastings dalam laman Facebook-nya, mengatakan, “Tindakan Trump tersebut melukai karyawan Netflix di seluruh dunia, dan juga orang bukan asli Amerika, itu menyakitkan kita semua.”

Google juga mengimbau karyawannya dari negara-negara tersebut untuk membatalkan rencana perjalanan apapun di luar Amerika dan berkonsultasi dengan tim SDM, jika saat ini mereka tidak berada di Amerika.

CEO Google Sundar Pichai mengatakan setidaknya ada 187 karyawan Google yang dapat terpengaruh oleh kebijakan Trump tersebut.

Sementara itu, hakim federal Amerika Serikat di New York mengabulkan gugatan agar negara menangguhkan keputusan presiden Donald Trump akhir pekan lalu.

Hakim Ann Donnelly dari Pengadilan Distrik Brooklyn, Sabtu (28/1/2017) waktu Amerika atau Minggu waktu Indonesia, menjawab tuntutan American Civil Liberties Union (ACLU) untuk memblokir sementara isi keppres lewat perintah penangguhan.

Pendatang dengan visa resmi yang tertahan di bandara dengan ini tidak boleh dideportasi, meski bukan berarti mereka bebas dari detensi.

“Penangguhan telah diberikan dan berlaku nasional,” tulis Direktur Program Hak Voting ACLU Dale Ho di akun Twitter-nya.

ACLU, seperti dilansir NBC News, mengajukan gugatan atas nama dua pengungsi Irak dari total 12 orang yang ditahan setiba di bandara John F Kennedy, New York. Salah satu dari mereka bekerja sebagai penerjemah tentara Amerika di Irak.

Keduanya kemudian dibebaskan dan pejabat senior pemerintah Trump memastikan visa waiver untuk pendatang dari negara tertentu yang datang ke Amerika untuk urusan bisnis, liburan, atau transit selama 90 hari dikenakan bebas visa.

Aksi protes terjadi di beberapa bandara seantero negeri itu kemarin. Arus masuk dari tujuh negara yakni Irak, Suriah, Iran, Sudan, Libya, Somalia, dan Yaman ditutup selama 90 hari, meski kebijakan “tutup pintu” bagi pendatang dari Suriah tanpa batas waktu.

Pengamat menilai, keppres tersebut “memblokade terhadap warga Muslim”. Namun, Trump membantah tudingan tersebut. Keppres itu, kata Presiden ke-45 Amerika, aturan penting untuk mencegah teroris menginjakkan kaki di Amerika.

Beberapa menit setelah Ann Donnelly di New York City, Hakim Distrik di Negara Bagian Virginia, Leonie Brinkema, merilis putusan serupa “memblokir” pencabutan hak pemegang green card (status keimigrasian yang menjamin penerimanya menetap permanen dan bekerja secara legal di Ameriksa) yang tujuh hari terakhir ditahan di Bandara Internasional Dulles. Brinkema meminta pengacara diberi akses untuk mendampingi 50 orang di sana.

USA Today melaporkan, sekitar 50 orang ditahan di Bandara Internasional Dulles-Forth Worth. Sebanyak 13 pendatang mengalami nasib serupa di Bandara Internasional Seattle-Tacoma, bandara terbesar di Utara Pasifik-Ameria, Negara Bagian Washington.

Mahasiswa Yale, seperti dilaporkan Daily Mail, mengaku kemungkinan gagal masuk kampus dalam daftar Ivy League tersebut karena “terimbas” keppres. Mahasiswa lain dari Massachusetts Institute Of Technology mengatakan dilarang naik ke pesawat.

Sebelumnya, mantan luar negeri Amerika Serikat, Madeleine Albright dan bintang The Big Bang Theory, Mayim Bialik bersumpah akan mendaftarkan diri sebagai Muslim jika Presiden Donald Trump mendata Muslim di Amerika Serikat.

“Aku besar sebagai Katolik, menjadi Episkopalian dan keluargaku adalah Yahudi. Aku akan mendaftar sebagai Muslim untuk solidaritas,” Albright menulis di Twitter. Tulisan yang kurang lebih sama disampaikan oleh Biaik: “Aku Yahudi. Aku siap mendaftar sebagai Muslim untuk solidaritas.” (ar)

Share :