ragamlampung.com – Bertempat di pemukiman warga bantaran rel KA Kelurahan Labuhan Ratu Dalam, Andi Surya, anggota DPD RI, berdialog dengan 300-an warga dalam acara silaturahmi Forum Masyarakat Bersatu (FMB) Kecamatan Labuhan Ratu yang juga dihadiri Ketuanya Joko Purwanto (14/01/2019).
Andi Surya menerangkan, BUMN PT. KAI sebagai operator KA dapat memiliki lebih dari 6 meter jika bisa menunjukkan dokumen alas hak dalam bentuk; sertifikat hak milik, hak guna usaha atau hak pengelolaan lahan sesuai sistem hukum agraria RI.
“Namun kita ketahui, PT. KAI hanya memegang salinan peta Belanda yang disebut grondkaart karena aslinya masih dipegang Ratu Belanda. Padahal menurut ahli hukum agraria, grondkaart bukan merupakan dokumen kepemilikan apalagi hanya berupa salinan,” sebut Andi Surya.
Ketua FMB Labuhan Ratu, Joko Purwanto, menyatakan jika sosialisasi UU Keretaapi 23/2018 dan PPKA 56/2009 oleh Pak Andi Surya agar warga bantaran rel KA yang 90% masyarakat menengah bawah memahami kedudukan hukum dari lahan tersebut.
“Saya berharap dengan sosialisasi ini warga memahami hak-hak agrarianya dan dapat mengurus sertifikat di Kantor BPN,” sebutnya.
Windra, tokoh masyarakat di bantaran rel KA Labuhan Ratu mengharapkan agar ada solusi bagi warga yang ingin mensertifikasi lahannya.
“Alhamdulillah, lahan milik saya sudah tidak lagi bayar sewa dan diukur-ukur PT. KAI. Saya minta warga masyarakat tidak kecut menyuarakan hak kita sesuai undang-undang,” sebutnya.
Menanggapi pernyataan Windra, Andi Surya menyebutkan, sesuai Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960, untuk warga masyarakat yang telah lebih dari 20 tahun menempati lahan bantaran rel KA dengan bukti-bukti tertentu bisa diajukan permohonan sertifikasi melalui Kantor BPN.
“Oleh karenanya, PT. KAI harus diberi pengertian karena dengan alasan grondkaart dan sejarahnya tidak kontekstual lagi dengan perkembangan zaman merdeka ini. Jika tetap memaksakan berkehendak itu artinya tidak mengakui UUPA, UUKA dan PPKA sebagai hukum positif RI,” urai Andi Surya.
Selayaknya BUMN PT KAI memahami, lanjut Andi Surya, UUPA tidak memuat hak grondkaart, dan grondkaart tidak pernah didaftarkan dalam masa konversi hak-hak barat secara nasional hingga tahun 1980, sehingga menurut ahli-ahli hukum agraria menjadi batal demi hukum, apalagi Grondkaart belum ditemukan aslinya.
“UUKA dan PPKA membatasi pemilikan lahan KA paling sedikit 6 meter kiri kanan rel saja. Jika PT. KAI ingin lebih dari itu bisa negosiasi dengan warga bantaran rel KA dengan ganti rugi yang wajar sesuai PP 62/2018 tentang Proyek Pembangunan yang Berdampak Sosial,” urai Andi Surya.
“Dengan demikian, berdasar alasan-alasan tersebut warga bantaran rel KA yang menemukan patok-patok lahan PT. KAI yang tidak memenuhi UUKA dan PPKA dapat dikembalikan pada posisi yang sebenarnya yaitu 6 meter kiri kanan rel KA,” tutup Andi Surya. (rls/dra)
Leave a Reply