ragamlampung.com – Ada kabar kurang mengenakan bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung.
Pasalnya Kota Bandarlampung yang masih giat giatnya membangun ini mendapat predikat sebagai kota besar terkotor bersama Kota Manado oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Selain Bandarlampung, Kota Medan juga turut menyandang predikat serupa untuk tingkat Kota Metropolitan.
Hal itu diungkapkan Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Setjen LHK Djati Wtjaksono Hadi kepada wartawan, Senin (14-1-19), saat mengumumkan penghargaan kota paling bersih pada anugerah Adipura periode 2017-2018.
Sementara untuk kategori Kota Sedang, Kementerian LHK menempatkan Kota Sorong, Kupang, dan Kota Palu dalam daftarnya. Adapun Kota Waikabubak, Kota Waysai, Kota Bajawa, Kota Buol, dan Kota Ruteng dalam posisi paling rendah dalam kategori Kota Kecil.
“Bukan terkotor ya, karena ada beberapa parameter: antara lain Fisik, TPA dan Jakstrada pengelolaan sampahnya,” ujar Djati.
Senada dengan Djati, Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen PSLB3 Kementerian LHK, Novrizal Tahar, dalam penilaian Adipura ada penilaian terhadap nilai fisik kota serta penilaian terhadap Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Novrizal menyebutkan, dari kedua kriteria ini, Kota Medan mendapatkan nilai rendah dibandingkan dengan kota-kota metropolitan lainnya.
“Tahun ini Bapak Wakil Presiden minta diumumkan, tahun lalu juga kondisi Kota Medan tidak jauh lebih baik,” ungkap Novrizal.
Menurut dia, nilai TPA dari Kota Medan sangat rendah. Hal ini menunjukkan kondisi tempat pembuangan tersebut beroperasi secara open dumping, sistem pembuangan paling sederhana dimana sampah dibuang begitu saja dalam TPA.
“Kemudian kondisi fisik kotanya juga begitu, artinya pelayanan persampahannya rendah, sehingga banyak sampah yang tidak terkelola,” pungkas dia.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Kota (Sekkot) Bandarlampung, Badri Tamam, enggan memberikan komentar banyak. Ia mengaku belum mengetahui berita tersebut.
“Nggak tahu, ya sudah kalau gitu penilaiannya. Saya juga belum tahu, suratnya belum diterima,” kata Badri.
Dia mengungkapkan, pihaknya enggan mengomentari lantaran tidak pernah merasa terlibat dalam penilaian Adipura.
“Kami nggak pernah tahu kalau dinilai, nggak pernah tahu juga kapan waktunya,” jelasnya.
Disinggung mengenai salah satu penilaian yakni penggunaan sistem open dumping pada pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Badri menuturkan pihaknya memang tengah memperbaiki sistem tersebut.
“Lagi mau kita siapkan, lagi kita buat pengelola TPA. Kita sudah ngundang PII (Pusat Infrastruktur Indonesia). Saya nggak tahu kriteria penilaian mereka seperti apa,” pungkasnya.
Di tahun 2012, KLHK juga pernah meyematkan predikat kota terkotor kepada Kota Bandarlampung. Saat itu, ribuan warga Bandarlampung menggeruduk kantor KLHK di Jakarta, karena tidak terima atas penilaian tersebut.(dr)
Leave a Reply