Program PTSL di Desa Gunung Tiga Banyak Kejanggalan

Share :

ragamlampung,lamtim – Kejanggalan dalam pelaksanaan program PTSL di Desa Gunung Tiga, Lampung Timur yang meresahkan warga memang sarat dengan tanda tanya. Tidak dilibatkannya pemilik tanah dalam hal pengukuran, pengakuan pokmas yang menjadi panitia tentang pemberian patok tanda tanah bersamaan dengan sertifikat serta keterangan yang menyebutkan jika sertifikat akan dibagikan serentak bersamaan desa lain di Lampung Timur sangat tidak masuk akal.

Tim ragamlampung.com pun kemudian mencoba membandingkan proses perjalanan program PTSL tahun 2019 dengan tahun sebelumnya, dengan menemui mantan pamong desa Gunung Tiga, Amanuloh yang sempat mengurus program PTSL tersebut di tahun sebelum kepemimpinan yang sekarang.

Dari keterangan Amanuloh (60), beliau mengaku jika terdapat perbedaan signifikan yang menurutnya banyak kejanggalan. Sebab saat itu Amanuloh sendiri terlibat langsung dibagian pengukuran dan pendaftaraan program PTSL.

“Pengalaman saya selaku panitia dalam pembuatan sertifikat ini pertama dilakukan pendaftaran, kemudian dari Dinas turun dilakukan pengukuran ada pemilik tanah ada dan lawan perbatasan harus ada kemudian dipatok, Jadi pengalaman kami kerja seperti itu,” ucapnya Kamis(02/01/).

Namun Amanuloh kemudian menjadi bingung, kenapa pada pelaksanaan tahun 2019 ini tidak ada tanda bukti terkait program tersebut, padahal warga sendiri banyak mengaku jika telah mengeluarkan biaya lebih guna mengikuti program PTSL ini.

“Maka saya bingung, tanda program PTSL telah dijalankan di beberapa warga tidak terlihat. Mana tanah yang sekarang ini dipasang tanda ikut program PTSL dan anehnya, yang memiliki hak milik tidak tahu tanah itu sudah diukur bukti sebagai telah disertakan dalam program PTSL ini,” terangnya.

Sementara itu, pakar hukum sekaligus kepala bidang Hukum dan HAM Perwakilan Wilayah Komunitas Aktivis Muda Indonesia (PW KAMI) Provinsi Lampung, Nofrizal, SH mengatakan, jika permasalahan tersebut bisa menciptakan konflik baru bahkan perbuatan pidana antar warga.

“Bisa saja terjadi tindak pidana ketika sertfikat dibagikan, dan masyarakat kaget luas lahannya berubah. Mereka pasti saling curiga dengan tetangga yang berbatasan, akhirnya ricuh,” ucap Nofrizal, SH di Bandar Lampung, (03/01).

Nofrizal juga mengatakan, wajar jika kemudian masyarakat melapor, dan harusnya aparat hukum segera bertindak demi menjaga kondusifitas keamanan dan kenyamanan masyarakat desa Gunung tiga Lampung Timur.

“Secara teori saja ini sudah tidak masuk akal, kita mau jual aja mesti ukur ulang bersama aparat desa dan tetangga lahan kita, jelas agar tidak terjadi kesalahpahaman,” tutur Nofrizal.

“Ini tidak ada patok dan tidak ada pemberitahuan pengukuran, wajar kemudian jika ada dugaan pungli, sebab masyarakat mengaku diminta membayar untuk kepesertaan program PTSL. Unsurnya ada, sebab sertifikat belum dibagikan hingga saat ini,” urai Nofrizal.

“Apalagi ketua pokmas sendiri, Baasyit jelas telah berkata pada media, jika pembagian sertifikatnya akan diserentakkan dengan desa lain. Tapi kan kalian tahu, didesa lain sudah ada yang dibagikan dan ada yang belum. Jadi konfirmasinya menyesatkan Baasyit itu,” jelas Nofrizal lagi.

Pokmas Desa Gunung Tiga sebelumnya dikonfirmasi oleh ragamlampung.com dan media lain, dengan gamblang mengatakan jika patok lahan akan diserahkan saat sertifikat dibagikan. Sementara itu, sertifikat sendiri akan diserentakkan pembagiannya bersama desa lain di Lampung Timur.

Namun menurut catatan tim ragamlampung.com, setidaknya ada desa Negara Nabung, Bumi Jawa dan Sukadana yang sudah dibagikan sertifikat yang didapat dari program PTSL.

“Intinya mesti dicari dengan jelas, sebab unsur dugaannya ada. Kenapa bisa pengukuran tanpa diketahui pemilik lahan dan yang berbatasan saja sudah menyalahai aturan. Saya pikir, aparat hukum mesti bertindak agar tidak terjadi kericuhan,” tegas Nofrizal menutup wawancara.(tim)

Share :