Bisnis Benur dan Lobster Ilegal di Lampung Jual Bebas di Medsos

Share :

Diduga Dikawal Aparat hingga Bakauheni

ragamlampung.com – Terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/2020 tentang Pengelolaan Lobster membawa angin segar bagi masyarakat perikanan. Aturan ini membolehkan ekspor benih lobster, yang dulu dilarang.

Peraturan ini ingin membuat budidaya keramba jaring apung sebagai tempat memasang pocong, alat tangkap benih bening lobster, tumbuh subur. Para investor pun diberi kesempatan untuk berbudidaya. Kegiatan restocking menjadi syarat agar bisa melakukan ekspor.

Namun yang terjadi di lapangan, jauh panggang dari api. Alih-alih ingin menggairahkan budidaya lobster dan benur lobster, yang terjadi justru penangkapan tak terkendali di laut lepas. Kerusakan habitat lobster di sejumlah spot di pesisir barat laut Lampung pun terjadi.

“Di sepanjang pantai Pesisir Barat, potensi benurnya luar biasa. Di Kecamatan Pesisir Selatan itu ribuan perahu yang semua mencari benur. Kita sepakat bagaimana ini bisa dinikmati oleh daerah. Hanya memang untuk keramba laut di Krui tidak bisa, termasuk Bengkunat,” kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Pesisir Barat, Jon Edwar, Rabu lalu,(28/10/2020).

Dia mengakui akibat penangkapan itu, kerusakan habitat lobster mulai terjadi. “Di Krui tidak mungkin budidaya. Hanya barang kali bagaimana keterlibatan masyarakat lebih jauh. Barang kali saya punya usul, bagaimana kita mengatur penangkapan benur dengan harapan perkembangan benur di habitatnya lebih terjaga. Karena masyarakat yang menangkap benur hampir tak ada upaya untuk menjaga habitatnya,” kata Jon.

Sudahlah penangkapan tak terkendali, perdagangannya pun melanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/2020. Berdasarkan penelurusan di sejumlah akun Instagram milik warga Lampung, dengan bebas menjual lobster yang ukurannya tak sesuai peraturan tersebut.

Pada Pasal 2 Permen 12/2020, misalnya, disebutkan penangkapan dan pengeluaran lobster (Panulirus spp), hanya dapat dilakukan dalan kondisi tidak bertelur dan berat di atas 150 gram per ekor untuk lobster pasir. “Namun yang dijual bebas di Instagram itu beratnya rata-rata 100 gram,” kata Ridwan, seorang pembeli lobster, Kamis (29/10/2020).

Perlakukan lobster dan benur lobster yang dikirim dari Lampung ke Jawa, juga tak sesuai ketentuan. Mestinya, lobster ini dikemas dan dipaking dengan styrofoam lalu disegel oleh petugas Karantina Ikan.

Namun yang terjadi, lobster ini dimasukkan ke dalam drum lalu dimasukkan ke pikup L300 tanpa pengawasan petugas Karantina Ikan. Sebuah rekaman percakapan telepon yang diperoleh, menyebutkan mereka biasa mengirim lobster dan benur lobster selundupan dari Lampung ke Jawa tanpa pemeriksaan Karantina Ikan.

“Sudah ada pengawalan aparat, sehingga tak lagi diperiksa Karantina. Biasanya kita ketemu dengan petugas Karantina di pom bensin Garuda, Bakauheni, lalu masuk kapal,” kata seorang pengepul yang biasa mengirim lobster ke Jakarta, seperti dikutip di medsoslampung.com. (ist/askr)

Share :