ragamlampung.com — Pelantikan Kepala Daerah akan dimulai tanggal 6 Februari 2025.
Keputusan itu diambil pemerintah, bersama Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (22/1/2025).
Pelantikan akan dilaksanakan dalam beberapa gelombang untuk hasil Pilkada tahun 2024.
Sebanyak 296 daerah yang tidak mengajukan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi kepala daerahnya akan dilantik Presiden Prabowo Subianto pada gelombang pertama tersebut.
Pelantikan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota oleh Presiden secara serentak diusulkan agar diikuti dengan revisi Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Perpres 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
”Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih hasil pemilihan serentak nasional tahun 2024 yang tidak ada sengketa perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi dan telah ditetapkan oleh KPUD dan yang sudah diusulkan oleh DPRD provinsi/kabupaten/kota kepada Presiden RI/Menteri Dalam Negeri dilaksanakan pelantikan serentak pada tanggal 6 Februari 2025 oleh Presiden RI di Ibu Kota Negara, kecuali Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Aceh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Ketua Komisi II Rifqinizamy Karsayuda saat membacakan keputusan rapat.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengajukan tiga opsi jadwal pelantikan kepala daerah, yaitu 6 Februari 2025 untuk gubernur dan wakil gubernur dan 10-21 Februari 2025 untuk bupati dan wali kota, untuk daerah yang tak bersengketa di MK.
Opsi kedua adalah pelantikan serentak menunggu putusan sengketa hasil pemilu (PHPU) di MK, yaitu 17 April 2025 untuk gubernur, serta 21 April-2 Mei 2025 untuk bupati dan wali kota. Jika opsi ini yang dipilih, menurut Tito, ada jeda sekitar 1,5 bulan dari jadwal pelantikan di opsi pertama.
Adapun opsi ketiga adalah pelantikan kepala daerah terpilih menunggu putusan atau ketetapan dismissal sengketa di MK, yaitu 20 Maret 2025 untuk pelantikan gubernur dan wakil gubernur, serta 24 Maret untuk pelantikan bupati dan wali kota.
Saat ditawarkan ketiga opsi tersebut, sebagian besar fraksi di Komisi II DPR juga menyetujui agar pelantikan lebih cepat dilaksanakan.
Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Gerindra Bahtra Banong menyampaikan bahwa penjelasan terkait opsi-opsi yang dijelaskan oleh Mendagri sudah sangat lengkap, terukur, dan jelas. Fraksi Gerindra pun sepakat bahwa pelantikan kepala daerah sebaiknya dilakukan lebih cepat karena ada keresahan di daerah terkait kepastian jadwalnya.
Banyak sekali aspirasi di daerah berharap kepala daerah terpilih segera dilantik karena banyak daerah yang mengalami kekosongan kepemimpinan dan dipimpin penjabat kepala daerah. Kalau memilih serentak seperti putusan MK, jeda waktunya berarti begitu lama.
”Banyak sekali aspirasi di daerah, mereka berharap kepala daerah terpilih segera dilantik karena banyak daerah yang mengalami kekosongan kepemimpinan dan dipimpin oleh penjabat kepala daerah. Kalau memilih serentak seperti putusan MK, sebagaimana yang kita saksikan, jeda waktunya berarti begitu lama. Belum lagi yang diputuskan oleh MK nanti digugat lagi,” kata Bahtra.
Politikus Partai Gerindra itu menambahkan, jika harus melantik kepala daerah serentak seperti perintah putusan MK, daerah yang tidak mengajukan sengketa hasil ke MK harus menunggu yang bersengketa di MK sehingga dinilainya sangat tidak efektif.
”Yang kami dengar proyek-proyek di daerah sudah mulai mau dilelang. Dengan adanya penjabat-penjabat kepala daerah, ada permainan yang berubah. Itulah alasan Partai Gerindra ingin pelantikan lebih cepat,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II Aria Bima menuturkan, saat ini banyak pemangku kepentingan di daerah yang dalam posisi wait and see karena menunggu pelantikan kepala daerah. Padahal, banyak kebijakan strategis dari pemerintah pusat yang sedang digenjot. Daerah tidak bisa mengikuti ritme cepat itu karena masih harus menunggu jadwal pelantikan kepala daerah. Ini menimbulkan ketidakpastian hukum.
”Jangan sampai penentuan jadwal pelantikan kepala daerah ini membuat ekses yang membuat pemerintah pusat tidak harmonis dengan pemerintah daerah. Jika tidak segera dilantik, akan berdampak pada konflik-konflik yang seharusnya bisa dibangun dengan berbagai negosiasi,” ujar Aria Bima.
Selain memutuskan jadwal pelantikan pada 6 Februari nanti, pemerintah dan DPR juga sepakat bahwa pelantikan kepala daerah terpilih yang masih dalam sengketa hasil pilkada di MK akan dilaksanakan setelah putusan MK.
Kesepakatan tersebut tidak merinci termasuk jika nantinya ada putusan untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) atau lainnya.
Untuk menindaklanjuti hasil kesepakatan itu, Komisi II DPR juga meminta kepada Mendagri untuk mengusulkan kepada Presiden RI agar merevisi Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Perpres 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
”Kami memohon kepada Pak Mendagri untuk menyampaikan kepada Pak Presiden agar Perpres 80/2024 segera direvisi karena, paling tidak secara esensial, tanggalnya berubah. Dari yang awalnya diatur di perpres pelantikan tanggal 7 Februari untuk gubernur dan wakil gubernur, dan tanggal 10 Februari untuk bupati dan wali kota, sekarang menjadi tanggal 6 dan dilantik serentak di ibu kota negara oleh Presiden,” ujar Rifqinizamy.
Tito menjelaskan, rencana pelantikan kepala daerah oleh presiden mungkin baru pertama kali terjadi. Sebab, sebelumnya, gubernur dan wakil gubernur dilantik oleh presiden, sementara bupati dan wakil bupati dilantik oleh gubernur.
Namun, jika dilihat lagi payung hukumnya, sebenarnya itu adalah amanat dari Pasal 164 B UU Pilkada. UU itu memberikan kewenangan kepada presiden untuk melantik secara serentak. Ketentuan tersebut menyatakan, ”Presiden sebagai pemegang pemerintahan dapat melantik Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara serentak,” kata Tito.
Ketua KPU Mochammad Afifudin berpandangan, prinsipnya, KPU hanya ingin memastikan seluruh tahapan berkepastian hukum dan tidak ada gugatan di kemudian hari. Karena itu, jika memang diperlukan perubahan perpres, KPU akan mengikutinya.
“Memang, apa-apa yang diatur dalam perpres kemarin belum ada pertimbangan proses-proses persidangan di MK. KPU dalam hal ini memedomani bahwa pelantikan menjadi domain yang diatur dalam perpres dan perpresnya sampai saat ini masih Perpres 80/2024. Selebihnya, kami akan menyesuaikan dengan perpres yang memang mengatur kapan pelantikan akan dilaksanakan,” ucap Afifudin. (kps/jay)
Leave a Reply