ragamlampung.com – Dalam dunia kepengacaraan, tentu kita sering mendengar istilah Fundamentum Petendi dalam sebuah gugatan. Yuk kita simak penjelasan singkat soal Fundamentum Petendi tersebut.
Dalam perkara perdata, surat gugatan pada umumnya terdiri dari tiga bagian. Pertama, bagian yang disebut persona standi judicio, yakni bagian yang memuat identitas para pihak (nama dan tempat tinggal). Kedua, bagian yang disebut posita atau fundamentum petendi. Ketiga, adalah tuntutan atau petitum.
Fundamentum petendi adalah sebutan lain dari posita dalam sebuah gugatan. Posita atau fundamentum petendi merupakan dalil yang menggambarkan adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari suatu tuntutan. Untuk mengajukan suatu tuntutan, seseorang harus menguraikan dulu alasan-alasan atau dalil, sehingga ia bisa mengajukan tuntutan seperti itu. Karenanya, fundamentum petendi berisi uraian tentang kejadian perkara atau duduk persoalan suatu kasus.
Suatu fundamentum petendi mencakup bagian yang memuat alasan-alasan berdasarkan keadaan kasusnya, dan bagian yang memuat alasan-alasan yang berdasarkan hukum. Tidak mungkin seseorang menuntut sesuatu kalau tidak dijabarkan dalam posita. Perbedaan posita dan petitum bisa membuat suatu gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
Guna mempermudah pemahaman kita semua, kami mencontohkan dalam suatu gugatan perceraian. Dalam surat gugatan pereraian, Anda harus memuat kronologis atau urutan peristiwa sejak mulai perkawinan dilangsungkan, peristiwa hukum seperti lahirnya anak, hingga kejadian yang membuat Anda merasa hubungan antara suami dan istri tidak lagi dapat dipertahankan, termasuk disebutkan pula sebab-sebab yang membuat Anda ingin bercerai.
Unsur fundamentum petendi harus memuat mengenai hubungan hukum antara penggugat dan tergugat berkaitan dengan materi atau objek sengketa beserta penjelasan fakta-fakta yang berkaitan langsung dengan dasar hukum atau hubungan hukum yang didalilkan oleh penggugat. (ist)
Leave a Reply