ragamlampung.com — Universitas Bandar Lampung (UBL) menggelar kuliah umum pelayanan publik dengan menghadirkan Ketua Ombudsman RI, Prof Dr Amzulian Rifai.
Kuliah umum itu digelar Jumat (14/10/2016), bertujuan memberikan pengetahuan, pengalaman dan aplikasi teknis kepada civitas akademika, terkait bentuk pelayanan publik.
Kegiatan yang diinisasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) dan Fakultas Hukum (FH) UBL ini diiikuti 300 peserta. Turut dihadiri Rektor UBL Dr. Ir. M. Yusuf. S. Barusman, M.B.A., para wakil rektor, Dekan Fisip Dr. Drs. Yadi Lustiadi, Dekan FH Dr. Erlina B.
Amzulian juga membawa Kepala Ombudsman RI Perwakilan Lampung Nur Rakhman Yusuf.
Rektor UBL mengatakan, kehadiran Ketua Ombudsman RI tidak hanya menjadi tamu istimewa, yang mampu menggambarkan aktifitas Ombudsman ditengah kehidupan masyarakat. Ia berharap Amzulian dapat memberikan ilmu pengetahuan, dan pengalamannya sebagai akademisi-praktisi yang berperan langsung dalam penegakan hak dan kewajiban pelayanan publik. Juga aplikasi kerja Ombudsman di pusat dan daerah.
“Kadang masyarakat kita sangat permisif pada budaya dan kualitas kegiatan atau aktifitas negatif. Terutama mengacu penegakan aturan, asas-asas kelaziman, bahkan kerugian kepentingan masyarakat yang kebanyakan hampir di semua pelayanan publik. Bangsa dan negeri ini milik kita, maka tanggung jawab kitalah menjaga keberlangsungan (pelayanan publlik) ini,” jelasnya.
Dekan Fisip Yadi Lustiadi, sekaligus moderator Kuliah Umum mengingatkan peserta bahwa pelayanan publik erat kaitan dengan kebijakan publik. Sedangkan dasar dari kebijakan publik adalah kepentingan publik (public interest).
Prof. Amzulian memaparkan, pelayanan publik di Indonesia masih berkembang. Karena adanya kultur permisif akibat dari budaya lahir maupun kecukupan finansial. Untuk mengarahkan pelayanan publik kearah maju, perlu di kedepankan sistem reward and punishment.
“Jangan meremehkan (pentingnya) pelayanan publik. Banyak fakta karena pelayanan publik dengan proses komunikasi yang buruk, berpengaruh pada rasa nasionalisme, kepemilikan dan tanggungjawab dalam melaksanakan tiap yang buruk prosedur yang ada. Sejauh ini pelayanan publik kita lebih banyak beracuan pada harga tawar, bukannya pengabdian dan pengayoman,” katanya.
Prof Amzulian menegaskan, hal itu mulai dari penyelenggara negara, pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), Badan usaha milik daerah (BUMD), Badan hukum milik negara (BHMN), hingga lembaga swasta, dan institusi perseorangan yang didanai keuangan negara agar lebih maksimal.
”Problem utama (pelayanan publik) negara ini yakni kepercayaan dari masyarakat, terutama dari faktor kerumitan, penyimpangan dan kesewenangan prosedur, ditambah masih marak maladministrasi, hingga kekurangmampuan memobilisasi sumberdaya yang ada,” katanya. (ar)
Leave a Reply