ragamlampung.com — Kasus pembunuhan ini mirip kopi beracun sianida yang sedang menjadi pembicaraan di masyarakat. Namun, motifnya diduga karena tersangka ingin memiliki mobil korban.
Tersangka Anton Herdiyanto alias Aji gelap mata. Pria yang tertangkap di di Kabupaten Tulangbawang, akhir pekan lalu itu diduga terbelit masalah ekonomi hingga nekat berbuat nekat. Anton juga memiliki empat istri.
“Saya ngincar mobilnya. Saya racun dia. Saya kenalnya dengan Shendy,” kata Anton, Selasa (4/10/2106).
Racun itu dicampurkan oleh Anton dalam kopi yang disuguhkan kepada Shendy dan Sanusi. Mereka bertemu pada Jumat (29/9/2016) malam pukul 23.00 WIB. Saat itu Shendy mengajak Sanusi bertemu dengan Anton. Sesampainya di lokasi, Anton menyuguhkan kopi kepada keduanya. Mereka diminta menghabiskan kopi tersebut.
Setelah menenggak kopi bersianida, Shendy dan Sanusi pun terkapar. Keduanya tewas di tempat. Anton kemudian membawa jasad keduanya ke dalam mobil APV milik Sanusi. “Saya yang bawa mereka ke mobil terus dibawa ke Limo,” katanya.
Anton kemudian membuang jasad keduanya di dua tempat berbeda. Namun lokasi keduanya tidak jauh. Shendy dibuang di kali di Jalan Pertanian, Grogol, Limo, Depok. Sedangkan Sanusi dibuang di parit Jalan Makam Kopo, Limo, Depok. Keduanya dibuang pada Sabtu dinihari. Setelah itu Anton lari keluar kota. “Saya ke Lampung bawa mobil korban,” katanya.
Dalam perjalanannya Anton berhasil diringkus di Tulang Bawang. Dia masih membawa mobil milik Sanusi.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Metro Depok Komisaris Polisi Teguh Nugroho, mengatakan, Anton terinspirasi membunuh dengan menggunakan kopi dan racun potasium sianida seperti dalam kasus Wayan Mirna. Anton memperoleh banyak informasi pembunuhan menggunakan kopi seperti kasus Wayan dari siaran televisi dan juga media online yang dia simak.
Penangkapan itu juga membuka tabir tersangka ternyata pemimpin Padepokan Ksatrian Satriaji di Mekarjaya, Sukmajaya, Depok. Tersangka membuka kedok penipuan penggandaan emas yang dijalankan di padepokan itu. Anton dan rekannya mengaku memiliki ilmu untuk menggandakan emas.
Kapolresta Depok, Kombes Pol. Harry Kurniawan, menjelaskan, modus yang digunakan pelaku adalah dengan berpura-pura memiliki ilmu untuk memperkaya setiap korban yang datang. Modusnya dengan cara menggandakan emas. Pelaku juga meminta mobil milik korban untuk dijadikan mahar sebagai syarat untuk menjadi pengikutnya.
“Modusnya, pelaku mengajak korban pada saat itu kedua korban ada di TKP di padepokan Ksatrian Satriaji. Modusnya pelaku bisa menggandakan emas kepada korban,” jelasnya di Mapolresta Depok, Selasa (4/10/2016).
Harry menambahkan untuk meyakinkan korban, pelaku hendak mengajak kedua korban ke Tangerang untuk mencari emas yang nantinya akan digandakan. Setiap korban dimintai mahar yang berbeda-beda. “Semua emas yang kami dapatkan dari tersangka itu palsu. Kerugian korban yang datang itu ya sejauh mana pelaku bisa menipu. Bisa puluhan juta,” kata Harry.
Dalam kasus pembunuhan di Limo itu, pelaku meminta mahar berupa mobil New Avanza warna putih milik korban. “Kasus terjadi di Limo pelaku, 2 orang kita amankan, yakni Anton dan Ryan. Anton adalah pemimpin padepokan yang menjanjikan punya ilmu untuk menipu,” kata Harry.
“Ini padepokan palsu, karena modusnya memang menipu. Korban memang mengenal pelaku karena pengikutnya. Padepokan ada untuk menipu menurut saya,” kata Harry. (ar)
Leave a Reply