ragamlampung.com — Korban tewas akibat terjangan Badai Matthew di Haiti kini telah melonjak menjadi 339 jiwa. Sebanyak 50 korban berasal dari kota di bagian selatan, Roche-a-Bateau.
Di kota utama semenanjung, Jeremie, sekitar 80 persen bangunannya rata dengan tanah. Di Provinsi Sud, 30.000 rumah dikabarkan hancur.
Dilansir International News, (7/10/2016), badai ini digolongkan kategori empat dalam klasifikasi badai kedua tertinggi karena kondisi ekstrem tersebut saat ini sedang bergerak ke Florida, Amerika Serikat.
Badai Karibia terkuat dalam satu dekade itu telah menerjang Bahama setelah sebelumnya memorak-porandakan Haiti dan Kuba. Sejumlah pohon dan tiang listrik dikabarkan roboh di Bahama. Kendati demikian, tidak ada laporan mengenai korban jiwa.
Sebagian besar korban badai di Haiti berada di kota dan desa nelayan di sekitar pantai selatan. Korban tewas kebanyakan disebabkan tertimpa pohon, reruntuhan, dan luapan sungai. Badai tersebut juga melewati semenanjung Tiburon dan meratakan rumah warga dengan kecepatan angin mencapai 230 kilometer per jam yang disertai hujan lebat pada 3 dan 4 Oktober. Runtuhnya jembatan utama pada Selasa lalu telah menyebabkan akses wilayah barat daya Haiti terputus.
Organisasi non-pemerintah mengatakan, jaringan telepon dan listrik turut terputus dan warga mulai kehabisan air dan makanan. Warga mencoba mengatasi kerusakan akibat badai Matthew dengan membangun rumah sementara dari reruntuhan tanpa bantuan tentara maupun polisi. Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, 350.000 orang di seluruh Haiti memerlukan bantuan.
Juru bicara Palang Merah Amerika Suzy DeFrancis mengatakan, prioritas utama adalah memulihkan jaringan telepon. Pasalnya mereka membutuhkan teknologi untuk membantu melakukan hal itu. Haiti merupakan salah satu negara termiskin di dunia, dengan banyak penduduknya tinggal di rumah yang rapuh dan berlokasi di daerah rawan banjir.
Lebih dari setengah penduduk Haiti juga tinggal di kawasan padat dan kumuh yang rentan akan gempa, badai, atau wabah penyakit. Epidemi kolera telah berlangsung sejak tahun 2010 dan telah menewaskan ribuan jiwa.
Ketidakstabilan politik dan korupsi menjadi salah satu faktor penyebab. Tanpa dipimpin pemerintahan yang efektif selama puluhan tahun, Haiti saat ini menempati urutan ke-163 dari 188 negara dalam hal Indeks Pembangunan Manusia PBB. Hal tersebut menyebabkan Haiti hanya menaruh sedikit perhatian pada pertahanan terhadap badai.
Regu penyelamat terus mengintensifkan pencarian para korban akibat Badai Matthew di Haiti. Jenazah mulai bermunculan ketika air mulai surut di beberapa tempat setelah Badai Matthews meniupkan angin berkecepatan 233 kilometer per jam. Kencangnya angin membuat pohon-pohon tercerabut dari akarnya dan meratakan ribuan rumah di Haiti.
Regu penyelamat Haiti terus bekerja keras untuk membantu para korban luka serta warga yang kehilangan rumahnya. Badai Matthew menyebabkan pemilihan presiden Haiti tertunda.
Presiden Barack Obama langsung mengumumkan keadaan darurat di Negara Bagian Florida dan South Carolina. Badan Meteorologi dan Geofisika AS (NHC) mengatakan, Badai Matthew dapat menjadi badai terbesar yang melanda Florida dalam 118 tahun terakhir.
Lebih dari 12 juta orang di wilayah tenggara Negeri Paman Sam diminta untuk memperhatikan peringatan-peringatan yang mungkin diterbitkan oleh otoritas setempat dalam waktu dekat. (ar)
Leave a Reply