Perdebatan di media sosial terus menghangat dan berbagai tuduhan dilemparkan oleh berbagai pihak tanpa diketahui motif dan sumbernya.
1. Wartawan Kompas TV ‘bukan provokator’
Pengguna Facebook, Azzam Mujahid, dalam akunnya menulis bahwa wartawan Kompas TV Muhammad Guntur adalah ‘provokator kericuhan yang sebelumnya ditangkap karena melempar botol minuman dari arah demonstran ke petugas keamanan.’
“Tetiba, sosok wajah dan tubuhnya hadir di Kompas TV dan telah berubah status menjadi korban kericuhan,” tulisnya, membuat banyak orang terpicu amarah dan mencap Kompas TV sebagai media yang ‘benci Islam’.
Tetapi, kejadian sesungguhnya tidak demikian. Mutiara Ramadhini, rekan Muhammad Guntur dalam Facebooknya menulis alur kejadiannya.
“Saya tanya sama Guntur apa yang terjadi, dia bilang dia diteriakin provokator, padahal awalnya saat mengambil visual itu keadaan sangat kondusif dan tidak terjadi apa apa. Melihat ada wartawan, satu orang teriak dan mengatakan ada provokator, ditanya soal dari TV mana, Guntur dengan jujur jawab dari Kompas TV. ID card diambil,” katanya.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin kemudian mengeluarkan pernyataan kepada sejumlah media dan menegaskan bahwa Muhammad Guntur adalah wartawan yang dia kenal dan bukan provokator.
Azzam Mujahid dalam akun Facebook-nya kemudian meminta maaf atas unggahannya, walau sebagian pengguna media sosial beranggapan hal itu sudah terlambat karena ‘kebencian telah terlanjur tersebar.’
2. Pelaku rusuh di Penjaringan adalah ‘kriminal murni’
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Kombes Agus Rianto menegaskan bahwa kerusuhan dan penjarahan yang terjadi di Penjaringan, Jakarta Utara “merupakan kriminal murni dan memanfaatkan situasi yang ada.”
Sebanyak 15 orang ditangkap di lokasi, dan satu lainnya ditangkap berdasarkan hasil pengembangan penyelidikan. Beberapa orang dinyatakan masih buron. Ada kemungkinan aksi rusuh yang dilakukan warga di Penjaringan ini dilakukan karena provokasi pihak tertentu, kata kepolisian.
Beredar kabar bohong yang menyebut perusakan di Penjaringan dilakukan oleh orang beretnis Tionghoa.
Pernyataan ini sekaligus menepis kabar atau asumsi yang banyak beredar di media sosial yang menyebut bahwa kerusuhan dilakukan oleh peserta aksi unjuk rasa 4 November.
Juga membantah kabar bohong yang menyatakan bahwa pelaku rusuh Penjaringan adalah ‘sejumlah warga keturunan Tionghoa yang sengaja membuat ricuh untuk menjelekkan agama Islam.’
3. Unjuk rasa berlangsung tertib tetapi disertai dengan ujaran kebencian dan intimidasi pada wartawan
Ada banyak keriuhan di media sosial terkait demonstrasi 4 November. Beberapa pengguna media sosial mengklaim bahwa aksi 4 November damai dan tertib, bahwa semua yang berlaku tidak tertib dan rusuh adalah penyusup.
Benar bahwa aksi unjuk rasa secara umum berlangsung tertib. Sejumlah foto yang menggambarkan ‘kedamaian’ menjadi viral di media sosial: polisi membantu peserta aksi menuangkan air wudlu, peserta aksi mengoleskan odol ke wajah polisi untuk menghalau perihnya gas air mata, peserta aksi berjibaku memungut sampah, hingga foto polisi dan peserta aksi sama-sama salat di jalan.
Sejumlah poster dan orasi dalam demonstrasi mengandung ujaran kebencian, kata polisi.
Namun, ada pula laporan-laporan yang menyebut bahwa terjadi intimidasi dan ujaran kebencian dalam aksi. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam pernyataan resminya mengecam aksi sejumlah pengunjuk rasa yang mengintimidasi sejumlah wartawan yang meliput aksi unjuk rasa.
Wartawan Kompas TV misalnya tidak hanya diintimidasi, tetapi juga dipukul dan dirampas hasil rekaman gambarnya. Jurnalis lain yang bertugas ditanya apa agamanya.
“Tindakan para pengunjuk rasa tersebut jelas melanggar hukum dan mengancam kebebasan pers,” tulis AJI.
Pihak kepolisian mengatakan sedang melakukan penyelidikan terkait ujaran kebencian dalam demonstrasi tersebut baik yang disampaikan melalui orasi atau pun dalam poster. Wartawan BBC Indonesia yang berada di lokasi menemukan sejumlah kata-kata bernada kebencian seperti ‘bunuh’, ‘gantung’, dan ‘ganyang’.
4. Pelaku kekerasan di Istana Negara ‘masih diselidiki motifnya’
Siapa yang mulai memprovokasi polisi di depan Istana Negara sehingga gas air mata harus ditembakkan ke arah massa? Di media sosial, telunjuk lalu diarahkan ke segala arah. Sebagian mengatakan itu ‘orang nasrani yang penyusup’. Lainnya menuduh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang melakukan kekerasan, hal yang kemudian langsung dibantah.
Pengguna media sosial sudah menghakimi pihak tertentu sebagai dalang, walau polisi menegaskan mereka masih melakukan penyelidikan. Polisi telah menangkap 10 orang di kawasan Medan Merdeka yang diduga provokator itu berusia 16-38 tahun yang diketahui berasal dari luar Jakarta, namun tidak mengungkap identitas lebih lanjut.
Walau kesepuluh orang itu telah dibebaskan, penyelidikan masih terus dilakukan. Presiden Joko Widodo menegaskan, aspirasi dalam berdemokrasi harus dengan cara yang tertib dan damai, jika melanggar hukum dan merusuh, hukum tetap akan ditegakkan.
5. Polisi belum punya kesimpulan apapun terkait kasus Ahok
Sehari sebelum unjuk rasa besar, sebuah berita bohong beredar yang mengatakan bahwa ‘polisi menganggap Ahok tidak menistakan agama’. Kabar itu mengutip Kadiv Humas Mabes Polri, Boy Rafli Amar, yang mengatakan, “sudah kami cek video tersebut dan tidak mengandung penghinaan.”
Tetapi dalam akun resminya, Humas Polri mengatakan kutipan itu tidak benar. “Kesimpulan hal tersebut menunggu gelar perkara,” kata mereka.
6. Kedutaan Turki tidak mendukung demonstrasi 4 November
Duta Besar Turki di Indonesia, Mehmet Kadri Şander Gürbüz, membantah kabar yang mengatakan bahwa mereka mendukung unjuk rasa anti Ahok pada 4 November.
Kabar pertama dihembuskan antara lain melalui cuitan @SetioDarmadi pada 3 November, yang memajang foto sejumlah pejabat Turki di Istiqlal bersalaman dengan sejumlah calon pendemo. Di situ dituliskan ucapan terima kasih pada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan “atas dukungannya pada Aksi Bela Quran besok. Kami akan memastikan bahwa (gubernur Jakarta) @basuki_btp akan mendapat hukumannya dengan segera.”
Klarifikasi Kedutaan Turki menyusul kabar yang menyebut mereka mendukung aksi.
Namun dalam klarifikasi Jumat (4/11) pagi, Dubes Turki, Mehmet Kadri Şander Gürbüz, serta merta membantah. Dalam bantahan di situs Kedubes Turki disebutkan, “Wakil menteri pertahanan Republik Turki, Şuay Alpay yang sedang berada di Jakarta untuk (pameran industri pertahanan) IndoDefence mengunjungi Monas dan Masjid Istiqlal dari luar kemarin, sebagai bagian dari perjalanan melihat-lihat kota.”
Warga yang melihat bendera Turki pada mobil dinasnya lalu mengambil foto bersamanya. Mereka menyatakan perjalanan keliling kota (Wakil Menhan) kemarin tak ada hubungannya dengan demonstrasi. Republik Turki tak punya niat untuk turut campur dama urusan domestik Republik Indonesia, yang memiliki hubungan sangat baik dengan kami di segala tingkat, ujar pernyataan tersebut. (bbcindonesia/ar)
Leave a Reply