ragamlampung.com — Presiden Joko Widodo sejak demo 4 November lalu terkait kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mendatangi organisasi Islam, ulama, partai hingga insitusi TNI dan Polri.
“Ini untuk memberikan penjelasan secara gamblang ke partai, ke ulama, para kyai, habaib, ustadz semuanya termasuk ke TNI dan Polri untuk memberikan penjelasan-penjelasan, gambaran, betapa negara ini majemuk dan beragam,” kata Presiden Jokowi, usai menghadiri Silaturahim Nasional (Silatnas) Ulama Rakyat yang diselenggarakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), di Ancol, Jakarta, Sabtu (12/11/2016).
Acara tersebut dihadiri sekitar 1.000 kyai, ulama dan habib dari seluruh Indonesia. Hadir pula Ketua Umum Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri, sejumlah anggota DPR Fraksi PKB.
Presiden mengatakan, dengan keberagaman yang dimiliki Indonesia diharapkan semua pihak saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
“Saling menghormati, saling menghargai, yang mayoritas melindungi yang minoritas. Yang minoritas menghargai menghormati yang mayoritas. Saling menghargai. Pesan itu yang ingin kita sampaikan,” katanya.
Disinggung apakah kunjungannya ke berbagai tempat itu karena kekhawatiran adanya isu aksi unjuk rasa susulan usai 4 November 2016, Jokowi secara tegas membantahnya.
Dia berharap tak ada lagi demontrasi yang menghabiskan energi. “Nggak ada. Kita harapkan sudah tidak ada demo lagi. Menghabiskan energi,” katanya.
Dikatakannya, para pengunjuk rasa dalam demo 4 November lalu memiliki niat baik. Tapi, tetap harus mengikuti aturan yang ada.
“Demo 4 November kemarin, umat yang datang niatnya baik dan dengan kesungguhan. Konstitusi kita memang memperbolehkan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya. Tetapi, ada aturan-aturan yang mesti kita taati. Ada ketentuan hukum yang harus kita ikuti,” ujarnya.
“Saya perlu mengingatkan semuanya mengenai kebersamaan kita sebagai bangsa. Jangan sampai ada yang ingin merusak kebersamaan ini. Jangan sampai ada yang ingin memecah belah kita,” katanya menambahkan.
Selama tiga bulan terakhir, kata dia, media sosial memuat banyak fitnah, hujatan, provokasi yang dilakukan netizen. Namun, hal tersebut seharusnya tidak dilakukan karena tidak mencerminkan karakter bangsa.
“Kalau kita lihat sosmed dalam satu bulan, dua minggu belakang ini isinya saling hujat, saling ejek, saling memaki. Banyak yang fitnah, adu domba, dan provokatif. Inilah yang harus kita perbaiki. Karena itu bukan karakter Indonesia. Itu bukan tata nilai indonesia. Bukan tata nilai umat kita. Bangsa kita punya budi pekerti yang baik, sopan santun yang baik, akhlak yang baik,” katanya. (ar)
Leave a Reply