ragamlampung.com — Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), menggelar rapat terbatas, Jumat (18/11/2016), sejak pagi hingga siang. Rapat tersebut akhirnya mengeluarkan sikap atas perkembangan terbaru kasus penistaan agama dengan tersangka calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).
GNPF MUI melalui rilisnya, Jumat (18/11/2016), menyatakan, karena Ahok tidak ditahan, maka mereka akan menggelar aksi bela Islam pada 2 Desember mendatang. Aksi bernama Aksi Damai dan Doa itu akan diisi dengan salat Jumat (Jumat Kubro), istighotsah, dan maulid akbar.
Menurut rilis itu, tempat aksi di sepanjang jalan protokol Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat pada 2 Desember 2016.
GNPF-MUI menyatakan, unjuk rasa itu karena Ahok tidak ditahan, padahal ada beberapa alasan kuat untuk menahannya sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama.
”Ahok juga berpotensi menghilangkan barang bukti selain yang sudah disita Polri, termasuk perangkat rekaman resmi Pemprov DKI yang berada di bawah wewenangnya,” tulis pernyataan resmi GNPF-MUI yang dilansir antara.
Rilis itu ditandatangani atas nama Habib Rizieq Shihab (Ketua Pembina), KH Abdur Rosyid AS (Pembina), KH Bachtiar Nasir (Ketua), Muhammad Al Khaththath (Sekretaris), KH M Zaitun Rasmin (Wakil Ketua), KH Misbahul Anam (Wakil Ketua), dan Munarman (Panglima Aksi).
Alasan lainnya, sebut rilis itu, Ahok dinilai berpotensi mengulangi perbuatannya sesuai dengan sikap arogannya selama ini yang suka mencaci dan menghina ulama dan umat Islam.
Seperti pernyataannya pada hari yang sama dirinya dinyatakan sebagai tersangka, Rabu (16/11/2016) di situs ABC menyatakan bahwa peserta Aksi Bela Islam 411 dibayar Rp 500 ribu per orang.
GNPF MUI juga menilai pelanggaran yang dilakukan Ahok terhadap hukum telah membuat heboh nasional dan berdampak luas serta telah menyebabkan jatuhnya korban luka maupun meninggal dunia, bahkan berpotensi memecah belah bangsa dan negara Indonesia.
Alasan lainnya, menurut GNPF-MUI, selama ini semua tersangka yang terkait Pasal 156a KUHP langsung ditahan, seperti kasus Arswendo, Lia Aminuddin, Yusman Roy, Ahmad Musadeq.
”Sehingga, tidak ditahannya Ahok setelah dinyatakan sebagai tersangka terkait Pasal 156a KUHP menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum,” demikian pernyataan GNPF MUI. (ar)
Leave a Reply