ragamlampung.com – Salah satu anggota DPRD Metro, Alizar merasa tidak puas dan merasa heran atas jawaban Walikota Mengenai MCC (Sesat Agung Bumi Sai Wawai).
“Waktu tanggal 16 Maret sudah dinyatakan gagal, kenapa jawaban Walikota tertanggal 29 matret 2018 ini akan selesai tepat waktu, Sedangkan sampai April ini saja belum ada yang dimulai pengerjaannya,” kata Alizar saat mengkritisi jawaban Walikota Metro terhadap pandangan umum fraksi- fraksi DPRD tentang penyampaian LKPJ Walikota Metro dalam Rapat paripurna yang di gelar pada kamis (29/03) yang lalu di aula DPRD Metro.
Alizar juga mempertanyakan anggaran PU dan seragam gratis.
“Saya bertanya tentang anggaran rutin PU dan pakaian seragam gratis yang 13 M itu bagaimana sebenarnya, berapa yang sudah terealisasi untuk pakaian seragam tersebut dan berapa yang belum terealisasi, namun kenapa malah di suruh lihat di buku APBD, sementara DPA saja saya tidak punya,” ungkapnya heran.
Sementara untuk RS A. Yani pada tahun, 2015, 2016, 2017, lanjutnya, RS. A.Yani ditargetkan 10 s/d 15 keatas dan tercapai. Namun kenapa di tahun 2018 ini hanya ditargetkan 5 M berarti 5 % an. Sedangkan dari Parkir dan Sewa Kantin saja 3 M an kurang lebih nya belum gedung VIV bertambah dll.
“Ada apa dibalik target minim di RS A Yani tahun 2018 ini?,” tanyanya.
Lebih lanjut alizar mengatakan bahwa RS A Yani Metro diduga melanggar PP no 18 thn 2016, tentang perangkat daerah seperti, tidak melibatkan organisasi tata hubungan kerja dan pengelolaan keuangan RS Daerah .
Oleh karena itu pihaknya akan mengawal tata kerja RS sesuai dengan undang- undang tentang organisasi perangkat Daerah(OPD ).
Sementara Dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2016 Pasal 21, ayat (3) Rumah Sakit Daerah Provinsi sebagaimana di maksud pada ayat (1) bersifat otonom dalam penyelenggaraan tata kelola RS dan tata kelola klinis serta menerapkan pola keuangan badan layanan umum daerah
“Dalam ayat (4) dalam hal RS daerah Provinsi dalam menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah, pengelolaan keuangan RS Daerah dan Provinsi tetap bersifat otonom dalam perencanaan pelaksanaan dan pertanggung jawaban keuangan,” jelasnya lagi
Sementara di ayat (5) RS Daerah provinsi dalam penyelenggaraan tata kelola RS dan tata kelola klinis sebagaimana di maksud pada ayat (3) di bina dan bertanggung jawab kepada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kesehatan.
Sementara pertanggung jawaban sebagaimana di maksud pada ayat (5) di laksanakan melalui penyampaian laporan kinerja RS kepada Kepala Dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan,dan itu tertuang di ayat (6).
“Saya usahakan kalau ada regulasi yang menghambat untuk kemajuan, harus kita pangkas. UPT harus menjadi ujung tombak sehingga secara kelembagaan pertanggung jawaban RS Daerah yang ada adalah jabatan pimpinan tinggi (JPT), jabatan administratif dan pengawas.(ema/nia)
Leave a Reply