ragamlampung.com – Wacana Pemerintah Republik Indonesia (RI) melakukan revisi terhadap Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) nampaknya perlu dipertimbangkan. Hal tersebut menyusul adanya desakan dari berbagai kalangan, salah satunya dari Kota Metro.
Sejumlah akademisi perguruan tinggi di Bumi Sai Wawai menilai, revisi UU tersebut hanya akan menimbulkan polemik antara masyarakat dengan pihak terkait.
“Berkaitan dengan penolakan revisi UU no 22 th 2009. Roda dua menjadi transprtasi umum, menurut saya tidak bisa karena bertentangan dgn pasal 47 (3) UU LLAJ didalam pasal tersebut berbunyi, sepeda motor bukan merupakan moda transportasi umum. Dari aspek keamanan dan keselamatan bahwa sepeda motor tidak memiliki jaminan keselamatan bagi penumpang karena tidak dilengkapi dengan rumah-rumah, safety belt, air bag,dan lain sebagainya,” papar Drs. Agus Budiharto, M.AP salah seorang akademisi Perguruan tinggi Kota Metro, Senin (16/4/2018).
Selain Agus, penolakan serupa juga terlontar dari Dr. Arie Fitria, S.IP., M.T., DEA yang menilai pemerintah gagal dalam menyediakan moda transportasi masal yang efektif.
“Pemerintah gagal menyediakan sarana angkutan massal yang handal, hal ini merupakan kemunduran bagi negara dalam hal menyediakan lapangan kerja sehingga membiarkan warga negaranya menempuh resiko kecelakaan. Dari data Laka Lantas, diketahui bahwa sepeda motor menempati urutan tertinggi terlibat laka lantas. Di negara maju seperti negara uang memproduksi sepeda motor, sepeda motor sendiri tidak digunakan untuk angkutan umum tetapi hanya untuk mengantar barang,” bebernya.
Menurutnya, bila revisi tersebut tetap dilakukan maka akan menimbulkan permasalahan yang berkesinambungan.
“Apabila sepeda motor dilegalkan untuk menjadi angkutan umum, maka akan menimbulkan permasalahan lalu lintas lain yaitu dengan semakin menjamurnya kendaraan roda dua maka akan menimbulkan kemacetan. Kendaraan roda dua tidak diuji laik jalan (Keur), hanya dilaksanakan uji tipe. Apabila sepeda motor dijadikan moda transportasi umum maka pengendara ojek online harus memiliki sertifikasi SIM C Umum. Negara Kita adalah negara hukum, sehingga dalam proses Bernegara harus berdasarkan pada Hukum, terkait angkutan online yang di atur pada Permenhub / 108/ 2017 juga tidak mengatur sepeda motor sebagai moda transportasi umum karena melanggar pasal 47 (3) UU LLAJ,” jelas Arie.
Selain itu, Sudarman Mesra, S.Sos., M.IP yang merupakan akademisi Perguruan tinggi di Kota Metro juga mengatakan, ide merevisi UU LLAJ tersebut merupakan ide yang sangat tidak mendasar.
“Dalam hal pengaturan angkutan online ini, yang salah bukan UU LLAJ – nya, oleh karena itu jika ada ide untuk Revisi UU merupakan ide yang sangat Prematur dan penelitian yang sangat tidak jelas dasarnya. Tanggung jawab Pemerintah Daerah adalah untuk menyiapkan transportasi massal yang handal dan terintegrasi, bukan membiarkan suatu perbuatan melanggar hukum karena dalam Bernegara tidak dapat bersifat parsial harus di adakan kerjasama bersama Instansi Lain seperti kepolisian terkait trayek dan aturan hukumnya,” kata dia.
Dirinya berharap Pemerintah dapat segera mencari solusi dalam menangani persoalan tersebut. (ema)
Leave a Reply