ragamlampung.com – Saat ini media sosial, media lokal dan media nasional sedang heboh dengan adanya penembakan keudara oleh anggota polisi dalam acara Begawi Adat Lampung pada hari minggu (15/9/2019), di kediaman H Firdaus Amin yang berada di Jalan Abrati Kelurahan Kotabumi Udik Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung beberapa hari yang lalu.
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Zahwani Pandra Arsyad mengatakan, ketiga oknum polisi itu adalah Bharatu AI, Bripka MF, dan Briptu OK. Ketiga oknum ini adalah bagian dari keluarga yang melaksanakan adat begawi tersebut.
Menurut Zahwani, aksi yang viral di media sosial itu terjadi pada hari ketiga begawi, yakni pada Minggu (15/9/2019).
“Prosesi adat ini berlangsung selama tiga hari sejak jumat. Acara hari minggu itu adalah turun mandi, penghargaan pemberian gelar,” katanya, Kamis (19/9/2019).
Menyikapi video yang viral tersebut Paduka Yang Mulia, Saibatin Puniakan Dalom Beliau, Brigjen (Purn) Pol Pangeran Edward Syah Pernong, Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke-23, Saibatin Kepaksian Pernong mengajak masyarakat untuk berfikir lebih jernih dalam menyikapi video viral tersebut.
“Menyikapi daripada video yang viral tentang masalah saat begawi kemudian ada penembakan, mari kita lebih jernih melihat permasalahan, lebih lighter (lebih ringan),” terang Pun Edward sapaan akrabnya.
Kapolda Lampung tahun 2015 itu menyatakan bahwa, masyarakat juga diharapkan tidak berlebihan menyikapi hal tersebut, tak lantas pula berkomentar miring yang menyampaikan bahwasannya sejak kapan dinegara ini kegiatan seperti ini diperbolehkan.
“Bukan begitu, ini adalah sebuah kegiatan begawi adat, ada sebuah bagian daripada kearifan lokal masyarakat, ada sebuah bagian dari pada pilar-pilar yang menjaga kehidupan keberabadan, kedamaian masyarakat yang selama ini berjalan, masyarakat lampung tertata dengan damai karena ada nilai-nilai adat yang berjalan dan yang dihormati,” ujar pria berparas tinggi putih kharismatik kelahiran 27 Januari 1958 itu.
Menurut Raja Skala Brak putra dari Pangeran Maulana Balyan dan Siti Rahmasuri sebagai pewaris kepaksian pernong ini menyatakan, nilai-nilai adat mulai dari prinsip-prinsip, piil pesinggiri, sakay sembayan, nengah nyampur, bejuluk beadek tersebut merupakan pilar-pilar kearifan lokal. Lalu Pada saat adat begawi tentu akumulasi massa kehadiran massa luapan kegimbaraan emosionalitas rasa syukur ini kan muncul. Terlebih sang punya hajat menjadi seorang penyimbang.
“Dulu memang pakai dentuman meriam sampai tahun 1950 bahkan waktu putra saya Alprinse tahun 2008 dicukur di skala brak, kita minta izin karena kita akan bunyikan meriam sebanyak 13 kali atau 17 kali waktu itu. Dan ini merupakan tradisi, dentuman itu untuk menyuarakan artinya menyuarakan bahwa iya sedang menyelenggarakan sebuah kearifan lokal yang menjadi bagian tradisi yang kita pertahankan,” papar Kapolwiltabes Semarang tahun 2009 tersebut.
Disatu sisi lanjutnya, mungkin ada euforia dari pada keluarga besar yang kebetulan anggota polisi sehingga tidak terkontrol. Ini suatu perbuatan yang mungkin saja lalai, ada langkah-langkah tindakan disiplin dari pada Wewenang Atasan Yang Berhak Menghukum (Ankum) untuk menegur dan memperingatkan karena ada suatu mekanisme didalamnya.
“Tapi kita jangan begitu viral seolah-olah ada prilaku yang salah dan menyimpang jangan terlalu kita besar-besarkan jangan terlalu kita membuat suasana dinamika masyarakat dengan perkembangannya sehingga kita di cekam dengan ketakutan,” terang Pun Edward peraih sarjana dari Fakultas Hukum Universita Gadjah Mada pada 1983 yang mengawali karir dikepolisian melalui Sekolah Pewira (Sepa), kini bernama Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) dan di tempatkan di PTIK tahun 1984 itu.(imron)
Leave a Reply