ragamlampung.com – Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong, Edi Sulistio Utomo, SH terhadap 2 orang terdakwa pembunuhan sadis disertai kekerasan seksual yang dilakukan Ronald Wanggainu dan Lewi Gogoba terhadap KM bocah udia 5 tahun di Kota Sorong Februari lalu dengan ancaman hukuman mati dan seumur hidup sudah sangat tepat dan berkeadilan bagi korban dan keluarganya.
JPu mendakwa pelaku dengan ketentuan pasal 81 ayat 1 ayat 3 dan ayat 4 UU No. 17 Tahun 2916 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto pasal 76 UU RI No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.
Perbuatan Ronald Waggaimu dan Lewi Gogoba tergolong perbuatan sadis, kejam dan tidak berperikemanusiaan, oleh karenanya tidaklah berlebihan jika JPU berdasarkan ketentuan hukun menuntut terdakwa dengan hukum seumur hidup dan dengan tambahan hukum pemberatan.
Ronald Wanggaimu didakwa dengan hukuman mati merupakan pelaku utama yang sengaja mengambil korban KM (5) dari rumahnya yang kemudian dibawah menuju hutan bakau diujung landasan pacu Bandara Domine Edwar Osok, Sorong lalu melakukan kekerasan seksual terhadap korban yang kemudiaan untuk menghilangkan jejak perbuatan sadisnya, pelaku menghabisi nyawa korban dengan membenamkan korban didasar air hutan bakau.
Sementara Lewi Gogoba dituntut hukuman penjara seumur hidup ditambah dengan hukumann pemberatan berupa pengungkapan identitas pelaku kepada publik melalui media masa. Pertimbangan JPU memberikan hukuman seumur hidup kepada Lewi Gogoba karena pelaku melakukan pembunuhan disertai dengan kekerasan seksual sangat sadis.
Atas tuntutan Jaksa dengan menerapkan UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PP pengganti UU No. 01 Tahun 2016, terhadap kasus pembunuhan sadis disertai kejahatan seksual terhadap KM (5), Komisi Nasional Perlindungan Anak dengan sebutan lain Komnas Anak adalah lembaga pelaksana tugas dan fungsi keorganisasian dari Perkumpulan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Pusat yang bergerak dalam pelayanan advokasi, promosi dan perlindungan Anak di Indonesia memberikan apreasi setinggi-tingginya kepada Jaksa Penuntut Umum.
Penerapan UU RI No. 17 Tahun 2016 untuk para predator kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi di Sorong Papua Barat merupakan penerapan dakwaan yang pertama di Indonesia setelah PP No. 01 Tahun 2916 diundangkan menjadi UU No. 17 Tahun 2016. Penerapan UU No. 01 Tahun junto UU RI No. 35 Tahun 2914 tentang Perlindungan Anak merupakan langkah dan terobosan baru yang diharapkan dapat menjadi efek jerah bagi para predator dan atau monster anak, dan mendorong seluruh aparatus penegak hukum di Indonesia untuk memberikan atensi agar menggunakan dan menerapkan UU tersebut untuk menjerat pelaku kekerasan seksual.
“Demi keadilan bagi korban dan keluarganya, Komnas Anak berharap Majelis Hakim tidak mengubah tuntutan jaksa, namun jika hakim berpendapat lain biarlah Tuhan yang akan mengarahkan palu hakim, ” pesan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak.
“Guna keperluan memantau persidangan berikutnya sampai sidang putusan, Komnas Perlindungan Anak berupaya dan segera menugaskan dan menurunkan Quick Investigator Voluntary Komnas Anak Tim Papua dan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Papua Barat,”tambah Arist peduli generasi Papua.(roli)
Leave a Reply