ragamlampung.com — Nasib calon Gubernur Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) tampaknya aman di ajang pemilihan kepala daerah. Meski ia kini terlilit kasus dugaan penistaan agama.
Hasil gelar perkara Polri nanti diputuskan apakah kasus ini naik ke tingkat penyidikan atau tidak. Jika statusnya dinaikkan, berarti ada tersangka baru yang ditetapkan Rabu (16/11/2016) ini. Lalu, bagaimana nasib Ahok jika ditetapkan sebagai tersangka?
Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Sumarno mengatakan, Selasa (15/11/2016), berdasarkan undang-undang yang berlaku, seorang calon kepala daerah yang tersandung kasus hukum tetap bisa menjalani proses pemilu.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa seorang calon kepala daerah yang tersandung kasus hukum tetap bisa menjalani proses pemilu. Bahkan bila sang calon berstatus terpidana atau telah divonis oleh pengadilan.
Menurut Tjahjo, status calon kepala daerah dalam pilkada baru batal jika status hukumnya berkekuatan tetap atau inkracht. Artinya, KPU akan menggugurkan status sang calon jika dia telah melewati berbagai proses hukum. Panjang pendeknya sebuah proses hukum juga tergantung dari terpidana. Sebab, tak jarang seorang terpidana memilih mengajukan banding hingga kasasi di Mahkamah Agung.
Selain menunggu inkkracht, status pencalonan Ahok juga otomatis gugur jika dia sudah menjadi terpidana dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun penjara.
Di tengah proses hukum yang terus berjalan, banyak pihak meminta agar Ahok mundur dari pencalonannya. Namun, proses pengunduran diri dalam Pilkada ternyata tak semudah yang dibayangkan. Jika ada calon kepala daerah yang sudah ditetapkan kemudian mundur, maka mereka akan mereka dianggap melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
Sanksinya adalah penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan. Selain itu, mereka juga bisa dikenakan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar. (ar)
Leave a Reply