ragamlampung.com — Fenomena diskriminasi agama di Amerika Serikat meningkat, apalagi setelah Donald Trump dinyatakan menjadi presiden terpilih.
Bahkan, ada tendensi aksi diskriminatif menjadi sesuatu yang dianggap normal dan bisa dilakukan terang-terangan. Seakan itu sesuatu yang benar secara moral dan hukum. Namun, para mahasiswa merasa bahwa ini saatnya untuk melawan.
Wakil Presiden Asosiasi Mahasiswa Muslim di Universitas Michigan, Nusayba Tabbah, menyebut bahwa ada peningkatan sentimen anti-Muslim di kampusnya. Pernyataannya itu menyusul terjadinya sebuah peristiwa yang tak seharusnya terjadi di sebuah institusi pendidikan: seorang mahasiswi muslim di universitas tersebut dipaksa melepas jilbabnya dan bila tidak sang pelaku mengancam akan membakar mahasiswi itu hidup-hidup.
Salah satu anggota, Rami Ebrahim, menyarankan untuk melakukan Salat Isya di lapangan kampus sebagai bentuk perlawanan. Ini adalah bentuk pernyataan bahwa mereka, para mahasiswa muslim, tidak akan tinggal diam atas segala bentuk diskriminasi dan bahwa mereka punya hak yang sama dengan anggota universitas lainnya — termasuk menjalankan ibadah dengan tenang.
Tanpa disangka, ratusan mahasiswa non-muslim ikut menjadi benteng hidup yang menjaga teman-teman mereka yang sedang beribadah.
Dikutip dari upworthy.com, sekitar 300 mahasiswa non-muslim berkumpul di sekitar teman-teman mereka yang sedang beribadah. Mereka bukan sedang menjadi penonton, melainkan sebagai benteng hidup yang melindungi teman-teman muslim yang menjalankan keyakinannya. Tabbah sendiri mengaku terkejut dengan banyaknya orang yang menunjukkan rasa solidaritas mereka di tengah memanasnya sentimen anti-muslim di Amerika.
Tak hanya itu. Dirinya juga mengaku bersyukur atas hal ini. Dia tetap meyakini bahwa mereka berada dalam sebuah komunitas luar biasa yang akan terus menyuarakan ketidakadilan terhadap kaum muslim dan minoritas lainnya.
Melalui akun Twitter resminya, pihak Universitas Michigan memberi pernyataan bahwa universitas prihatin dan terganggu dengan adanya intimidasi-intimidasi di kampus dan mengumumkan bahwa kepolisian setempat sedang menginvestigasi kejadian-kejadian tersebut. Selain itu, rektor universitas juga mengirimkan email kepada seluruh mahasiswa yang berbunyi:
“Kita tidak boleh tinggal diam saat menghadapi aksi fanatisme, diskriminasi maupun kebencian yang telah menjadi bagian dari perbincangan politik nasional kita saat ini”.
Ini tak hanya berlaku terhadap sentimen anti-muslim. Saat ada ketidakadilan yang dialami oleh penganut agama Kristen, Katolik, Buddha, maupun aliran lain pun kita tak boleh tinggal diam. Tabbah menyuarakan pernyataan penting yang patut kita ingat baik-baik:
“Kita tidak bisa membiarkan diri kita menjadi orang yang tak peka terhadap adanya retorika penuh kebencian.
Selain di Universitas Michigan, wali kota Los Angeles juga meyakinkan kaum muslim bahwa pemerintah kota dan kepolisian akan memastikan mereka aman”.
Usai kaum muslim menjalankan ibadah salat Jumat di California Selatan pada 11 November lalu, Wali Kota Los Angeles Eric Garcetti datang berkunjung dan menyampaikan pesan persaudaraan kepada para jemaat. Eric berjanji kepada mereka bahwa penganut agama Islam di Los Angeles akan selalu aman.
Tidak hanya itu, Eric juga berkata bahwa mereka adalah bagian dari kota Los Angeles dan Amerika Serikat. Segala bentuk diskriminasi terhadap anggota komunitas Islam di kota tersebut adalah diskriminasi terhadap seluruh warga Los Angeles. Pernyataan Eric pun disambut dengan tepuk tangan oleh para jemaat yang hadir. (ar)
Leave a Reply