ragamlampung.com – Rencana pembukaan program studi (prodi) dokter layanan primer (DLP) di beberapa universitas di Indonesia, terus berjalan meski mendapat kritikan dan penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Guru Besar Universitas Gadjah Mada yang ikut menyusun UU 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter (Dikdok), Laksono Trisnantoro mengatakan, prodi DLP itu akan membantu meningkatkan mutu layanan primer.
”Kita butuh meningkatkan efektivitas di layanan primer agar tidak banyak pasien masuk rumah sakit membantu program jaminan kesehatan nasional,” katanya, Selasa (24/1/2017).
Ia mengatakan, selama ini banyak pasien tidak tertangani di puskesmas atau fasilitas kesehatan primer lainnya dan dirujuk ke rumah sakit karena kompetensi dokter terbatas.
Tapi, dinaikannya kompetensi dokter melalui prodi DLP, masalah kesehatan masyarakat diharapkan bisa selesai di fasilitas kesehatan primer.
”Adanya DLP berarti 80–85 persen masalah kesehatan masyarakat bisa selesai di faskes primer,” kata guru besar FK UI Budi Sampurna yang juga terlibat dalam menyusun UU tersebut.
DLP juga akan melakukan pencegahan melalui pembinaan dan kegiatan penunjang lainnya. Selesainya persoalan kesehatan masyarakat di faskes primer akan menguntungkan masyarakat. Pasien bisa menghemat biaya dan waktu karena tidak perlu lagi mendatangi rumah sakit.
Laksono mengatakan, para calon DLP mengikuti pendidikan setara pascasarjana dan spesialis untuk bisa menjadi DLP. Mereka akan mendalami beberapa spesialisasi yang umumnya dibutuhkan dan mungkin dilakukan di faskes primer. Misalnya, penyakit dalam, kebidanan, anak, dan bedah.
”Tapi, sifatnya umum. Tidak seperti spesialis. Nanti mereka melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan,” terang Laksono.
Laksono menyatakan, kompetensi para DLP itu disesuaikan dengan kebutuhan di wilayah penugasan mereka. Contoh, DLP di Papua yang diharuskan memiliki kompetensi melakukan operasi Caesar karena di sana tidak mudah ditemukan dokter spesialis kebidanan.
Memasuki tahun keempat pelaksanaan JKN, Laksono berharap prodi DLP itu bisa segera terwujud. Selain karena kebutuhan yang mendesak, prodi DLP akan meningkatkan daya saing dokter di Indonesia. Di era persaingan bebas ASEAN, bukan tidak mungkin dokter-dokter DLP dari luar negeri masuk dan mengisi kekosongan di Indonesia.
”Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Myanmar sudah lebih dulu punya DLP. Kalau tidak punya DLP, kita akan kalah saing dengan mereka. Lagi pula, undang-undangnya sudah ada dan harus segera kita laksanakan,” tutur Laksono.
Menristekdikti Muhammad Nasir menyambut positif rencana itu. Sedangkan rencana amandemen UU itu kewenangan DPR, pemerintah bertugas menjalankannya. ”Menurut saya pribadi, UU belum jalan tapi kok sudah diamandemen,” katanya. (ar)
Leave a Reply