ragamlampung.com — Pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), 17 September mendatang, bakal berlangsung megah dengan panggung super besar yang kini sudah mulai terpasang di tengah-tengah lapangan sepak bola.
Tapi, di balik kemegahan dan kemewahan itu semua, ada sekelompok orang yang justru menantang maut demi kesuksesan opening ceremony PON XIX/2016. Dikatakan menantang maut karena tim dari Spesialized Access System (SAS) yang mudah dikenali dari pakaian kuningnya ini harus melawan gravitasi, bergelantungan dengan menggunakan tali khusus di bawah atap stadion dengan ketinggian 28 meter.
Jika orang awam memandang, tugas mereka bakal dibilang simpel. Tapi ternyata rumit karena harus dilakukan dengan perhitungan yang cukup matang. Salah sedikit nyawa jadi taruhan. Tugas awal, mereka harus naik ke bawah atap stadion dengan cara meniti satu demi satu rangkaian tiang penyangga berwarna biru. Setelah sampai di atas titik yang telah ditentukan, mereka akan memasang beberapa penambat (anchor) yang akan digunakan sebagai pengaman dan penahan beban.
“Tugas kita di sini sebagai tim safety,” ujar Asep Sumantri, Tim Leader SAS saat ditemui TEMPO, Sabtu (10/9/2016).
Kemudian setelah beberapa anchor terpasang, tugas berikutnya adalah memasang safety box berbentuk gondola, hampir mirip dengan gondola yang sering digunakan untuk membersihkan kaca gedung. Safety box itu terdiri dari rangkaian baja ringan yang disambung.
Lagi-lagi mereka harus melawan gravitasi. Sebab, safety box ini diangkat ke atas hingga menggantung setinggi 25 meter, tepat di bawah atap stadion. 8 dari 10 orang dalam tim SAS bekerja bergelantungan pada dua buah tali, memastikan posisi safety box dengan kemampuan menahan beban 300 kilogram ini tepat pada posisi yang telah ditentukan.
“Kita mulai menjadi tim safety pemasangan safety anchor rigging. Gunanya untuk pengaman teknisi proyektor multimedia pada saat opening nanti. Sekalian juga kita membuat pengaman diri untuk operatornya,” jelas Asep.
Tidak sampai di situ saja, satu tugas lebih rumit lagi harus dilakukan, yakni menggantungkan kembali 6 buah rangka besi (rigging) dengan berat masing-masing mencapai 800 kilogram. Rigging ini nantinya digunakan sebagai kerangka untuk menempelkan proyektor raksasa seberat 110 kilogram. Dalam satu rigging, terdapat 4 proyektor yang akan menyinari panggung dan arena seremoni PON XIX/2016 sebagai video mapping.
Untuk mengangkat satu per satu rigging seberat 800 kilogram itu, pada tugas awal tim SAS sudah terlebih dahulu memasang anchor untuk menggantungkan hoist crane. Tidak asal main angkat saja, terlebih dahulu mereka menghitung kekuatan tiang-tiang penyangga atap stadion karena dikhawatirkan rangka tersebut melengkung ketika beban seberat 800 kilogram diangkat ke ketinggian 25 meter, sejajar dengan safety box.
“Kita pakai sistem bagi beban. Untuk menaikan rigging kita harus tarik 16 titik anchor untuk menahan beban. Jadi satu titik bebannya kurang lebih 80 kilogram,” tuturnya.
Meski terlihat berbahaya, Asep memastikan pekerjaan yang dilakukannya aman, sesuai dengan standar prosedur sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kementrian Tenaga Kerja. Alat-alat pelindung keselamatan diri yang digunakan pun dikatakan Asep sudah standar industri Internasional seperti helm jenis vertex merek Petzl, full body harness Petzl Avaho, rope backup system, pulley, carabiner, ascender (alat untuk memanjat tali, dan descender (alat untuk turun lewat tali) seperti ID, dan Sun.
Karena sudah terlatih sejak tahun 2008, Asep mengaku tidak terlalu mendapat kesulitan berarti. Namun, Asep mengeluhkan ketersediaan sumber listrik yang terbatas. Menurut dia, hal tersebut membuat pekerjaannya sedikit molor. Maklum saja, Asep dan tim harus berkejaran dengan waktu, satu minggu sebelum perhelatan pembukaan PON XIX/2016 berlangsung.
Selain itu, Asep memastikan pemasangan anchor yang dilakukannya cukup aman dan tidak merusak kerangka stadion meski berat beban yang menggantung mencapai lebih dari satu ton. ” Dijamin aman,” katanya. (ar)
Leave a Reply