ragamlampung.com — Harga komoditas pertanian dan perkebunan di Kabupaten Tulangbawang Barat (tubaba) seperti karet, singkong, dan sawit anjlok. Petani sulit mendapatkan keuntungan dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Karena itu, sejumlah petani mulai beralih ke tanaman pangan, seperti jagung dan padi. Bahkan, ada yang memilih tanaman kayu seperti albasia dan sengon, jati belanda, jati putih.
Pantauan di lapangan, Senin (9/10/2017), kondisi ini berlangsung sejak tahun 2016 lalu, hingga kini harga singkong makin anjlok. Harga sekitar Rp850-900/kg, namun potongan rafaksinya naik menjadi 20 persen.
Hal itu dituturkan Amri (33) dan Dewansyah (42), petani Panaragan Jaya, Kecamatan Tulangbawang Tengah.
Hal senada dipaparkan Predi (45) dan Barmawi (40), petani Tiyuh Gunungkatun Tanjungan, Kecamatan Tulangbawang Udik. Mereka beralih ke tanaman lain agar tidak terus merugi.
Mereka mengatakan, hasil singkong banyak mengalami kendala seperti jalan rusak, harga rendah, harga tinggi tapi potongan juga besar, mobil antre di pabrik berdampak menjamurnya lapak singkong. Pabrik sering menutup pembelian singkong pukul 10-11.00 WIB, seharusnya pukul 15.00 WIB.
Juwaini (40), petani Kagunganratu, Kecamatan Tuba Udik, menambahkan, harga pupuk yang mahal ditambah ketika panen tidak ada timbangan pembanding yang dapat menjadi tolok ukur masyarakat menjual hasil bumi miliknya.
“Kalau pabrik atau lapak mengatakan 5 ton atau 4,7 ton, maka itulah yang diterima petani. Sebab tidak ada timbangan yang menjadi patokan untuk mengetahui hasil kebunnya. Padahal, untuk membuat yang timbangan ini sekitar Rp200 juta,” katanya. (ar)
Leave a Reply