ragamlampung.com — Grup Salim kembali gagal saat berseteru melawan Sugar Group Company (SGC), setelah permohonan restrukturisasi utangnya ditolak Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
PT Mekar Perkasa yang dimiliki keluarga Salim mendesak PT Indolampung Perkasa, anak usaha Sugar Group, untuk merestrukturisasi utangnya. Tagihan tersebut berdasarkan akta subrogasi atau pembayaran utang oleh pihak ketiga dari fasilitas pinjaman yang diberikan Marubeni Corporation.
Ketua majelis hakim Baslin Sinaga mengatakan, pemohon harus membuktikan klaim utangnya dalam persidangan. Tapi, klaim utang yang menjadi dasar permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dinilai tidak sah karena telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
“Menolak permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Mekar Perkasa untuk seluruhnya,” kata Baslin saat membacakan amar putusan, seperti dilansir bisnis.com, Selasa (4/10/2016).
Dia menjelaskan, pemohon merupakan perusahaan penjamin (corporate guarantee) kepada Marubeni Corporation atas pinjaman yang diperoleh termohon. Dalam perkembangannya, pemohon melakukan pembayaran kepada Marubeni sebesar 46,66 juta dolar AS dan 1,68 miliar yen.
Tindakan tersebut dinyatakan dalam akta subrogasi dan menjadikan pemohon sebagai kreditur dari termohon. Majelis hakim lantas mempelajari bukti dari kedua pihak.
Dalam pertimbangannya, segala akta subrogasi maupun surat dokumen pendukung yang diajukan pemohon dalam persidangan ternyata telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Saat ini, sejumlah putusan kasasi yang menguatkan pertimbangan tersebut juga telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).
Dasar permohonan dalam perkara aquo yang diajukan oleh pemohon, lanjutnya, menjadi tidak beralasan hukum dan harus ditolak. Syarat untuk diterimanya permohonan PKPU juga tidak terpenuhi.
Secara terpisah, kuasa hukum termohon Hotman P. Hutapea mengaku puas atas putusan majelis hakim yang dinilai sudah tepat. Termohon memang sudah tidak memiliki kewajiban apapun terhadap pemohon setelah akta subrogasi dibatalkan MA.
“Kami telah mengalahkan Grup Salim sebanyak lima kali di MA atas sengketa yang sama, dan yang keenam ini di Pengadilan Niaga,” ujar Hotman.
Menurutnya, pemohon sudah tidak memiliki upaya hukum lain dalam sengketa utang tersebut. Selain dalam perkara PKPU tidak dikenal upaya hukum, perkara yang diajukan melalui pengadilan umum juga sudah berkekuatan hukum tetap melalui putusan kasasi.
Hotman berpendapat permohonan yang diajukan oleh pemohon merupakan tindakan pelecehan terhadap lembaga hukum. Akta yang sudah dibatalkan tetap diajukan sebagai bukti permohonan.
Kuasa hukum pemohon M. Ashar Syarifuddin tetap menghormati putusan majelis hakim kendati masih belum sependapat. Pihaknya masih mempertimbangkan mengajukan upaya hukum melalui jalur lain.
“Segala upaya akan kami pertimbangkan bersama prinsipal,” ujar Ashar usai persidangan.
Meskipun perkara yang terdaftar dengan No. 99/Pdt.Sus-PKPU/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst ini baru diajukan sejak 5 September 2016, sejatinya merupakan perkara lama yang terjadi antara Grup Salim dan Gunawan Yusuf, pemilik Sugar Group.
Perjanjian subrogasi yang menjadi dasar permohonan berawal dari Sugar Group yang meminta fasilitas pinjaman dari Marubeni Europe P.L.C. Uang tersebut digunakan untuk pembangunan pabrik untuk memproduksi gula kristal putih dengan merek Gulaku di Lampung.
Dalam perkembangannya, termohon gagal untuk membayar cicilan utangnya kendati pembangunan pabrik gula telah rampung. Marubeni telah berupaya menagih piutangnya, tetapi tetap tidak mendapatkan penyelesaian.
Tahun 2007, Salim Group terlibat kasus bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) yang menyebabkan dirinya harus membayar utang pada Bank Central Asia dengan menyerahkan 108 perusahaan dan uang tunai Rp100 miliar.
Ratusan perusahaan yang diserahkan tersebut termasuk Sugar Group yang terdiri dari PT Gula Putih Mataram (GPM), PT Sweet Indolampung (SIL), PT Indolampung Perkasa (ILP), dan PT Indolampung Distillery (ILD).
Pada 29 November 2001, PT Garuda Panca Arta milik Gunawan Yusuf membeli saham Sugar Grup Company dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melalui lelang seharga Rp1,16 triliun. Di sisi lain, Salim melalui PT Mekar Perkasa bersama dengan Marubeni melakukan subrogasi utang yang sebelumnya dimiliki oleh Sugar Group.
Atas pembayaran tersebut pemohon mempunyai hak tagih atas utang tersebut dan tidak dihapuskan. Tapi, pihak Sugar Group enggan untuk membayar utang tersebut karena berdasarkan Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA) seluruh perusahaan dan aset yang diserahkan keluarga Salim ke BPPN adalah bersih dari utang dan jaminan. (ar)
Leave a Reply