ragamlampung.com — Sebanyak 22 anggota Asosiasiasi Gabungan Pengusaha Kontruksi di Lampung, mengeluarkan petisi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.
Petisi terkait sejumlah proyek pemerintah pusat di Provinsi Lampung yang menelan dana puluhan triliun rupiah, tapi tak ada imbas positif dan justru meminggirkan pengusaha daerah setempat.
Petisi ditandatangani pengusaha kontruksi, pemilik Asphalt Mixing Plant (AMP), batching plant, dan pemilik batu andesit.
“Kita buat petisi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, agar menteri terkait tahu, termasuk DPR dan gubernur. Proyek di Lampung seharusnya menggandeng pengusaha lokal sebagai mitra bukan subkontrak. Kami ingin bermitra, bagaimana mengembangkan pengusaha lokal di kancah nasional bahkan ASEAN,” kata mantan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Lampung Faishol Djausal, Senin (24/10)
Faishol Djausal saat itu didampingi pengurus 12 asosiasi pengusaha di Lampung. Ia berjanji segera menyampaikan petisi tersebut kepada Presiden dan Gubernur Lampung. “Kita belum menyampaikan kepada gubernur, nanti bertahap. Mana yang duluan, apakah ke gubernur atau Presiden. Kita juga minta gubernur memfasilitasi pertemuan dengan BUMN,” kata dia.
Ia mengatakan, para pengusaha lokal di bawah asosiasi masing-masing terpukul karena tidak dilibatkan dalam proyek jalan tol, bendungan, perbaikan Bandara Raden Inten II, dan proyek double track kereta api yang dicanangkan Presiden Jokowi untuk Provinsi Lampung.
“Padahal, Presiden sudah mengeluarkan pernyataan bahwa semua BUMN yang mengerjakan jalan tol harus bekerjasama dengan pengusaha lokal,” kata Faishol.
Sayangnya, pengusaha lokal dipinggirkan alias hanya jadi penonton. “Bagaimana amanah dari Presiden bahwa semua BUMN harus bekerjasama dengan pengusaha lokal. Faktanya tidak demikian, Pengusaha lokal tidak diikutkan, BUMN justru menggandeng anak perusahaan sendiri, dan dari luar Lampung,” ujarnya.
Padahal, imbuh Faishol, peralatan di Lampung banyak, sumber material cukup, perusahaan di Lampung juga sudah bersertifikat nasional.
“BUMN itu awalnya hanya menyewa alat berat, tapi sekarang kenyataannya anak-anak perusahaan mereka sendiri yang dikuasakerjakan. Atau dari pengusaha luar. Sehingga SDM di daerah ini nganggur, juga pekerja di Lampung tak punya kerja,” katanya.
Ia menilai, pelaksanaan proyek jalan Tol Trans Sumatera ada yang tidak memenuhi spek pekerjaan. Contohnya sumber materialnya. “Harusnya AMDAL lingkungan sekitar, tapi kenyataannya tidak ada AMDAL lingkungan, bahkan spek jalan tol tidak sesuai standar. Karena mereka tidak pernah mengubungi pengusaha lokal. Kami sudah mencoba menghubungi mereka, tapi kita dianggap hanya pedagang,” tutur dia.
Ketua LPJKD Provinsi Lampung, Tubagus Rifa`at menambahkan, pekerjaan kontruksi di Indonesia 70 persen dikuasai perusahaan BUMN (plat merah) yang jumlahnya sedikit, sementara jumlah pengusaha swasta ribuan.
“Harusnya pengusaha di Lampung disertakan agar kita juga dapat bersaing di kancah nasional, bahkan internasional. Karena 60 persen jasa penyedia ASEAN itu ada di Indonesia. Nah, kalau Lampung sendiri tidak diikutkan dalam hal proyek besar pemerintah, artinya pengusaha ini tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan ASEAN,” katanya.
Ketua Umum, Gabungan Pelaksana kontruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Pusat, Iskandar Z. Hartawi, mengatakan, pengusaha asal Lampung sebenarnya mampu bersaing dengan perusahaan kelas Nasional. “Kita punya uji lab, dan kelasnya pun sama dengan perusahaan BUMN. Berarti Lampung juga harus diikutsertakan dalam mega proyek yang diturunkan untuk Lampung ini,” katanya. (ar)
Leave a Reply