ragamlampung.com — Masalah yang sedang menimpa calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengharuskan kakak angkatnya Andi Analta Amir, mendatangi Mabes Polri, Selasa (15/11/2016).
“Saya datang karena prihatin adik saya dizalimi. Adik saya dipermasalahkan, secara niat unsur hukum bisa dibuktikan. Saya berdoa untuk dia,” kata Andi, saat mengikuti gelar perkara yang meliliat Ahok, di Mabes Polri.
Andi menambahkan, sang ayah Andi Baso Amir sudah mengamanahkan Ahok padanya. Kaerna itu, Andi mengaku memiliki kewajiban untuk menjaga dan terus mendoakan Cagub DKI Jakarta itu.
Ia sempat bertemu dengan Ahok dua hari sebelumnya. Dalam kesempatan itu, sebagai sang kakak, ia memberikan nasehat menghadapi kasus ini. “Saya bilang kejadian ini harus bisa diambil kesimpulan, kalau nasi sudah jadi bubur. Jangan ngotot untuk dibenarkan, cukup lakukan yang terbaik,” katanya.
Gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dinilai sebagai yang beradab. Hal itu dikatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Selasa (15/11/2016).
“Saya pikir seluruh masyarakat Indonesia makin dewasa. Jadi itulah cara kita untuk menyelesaikan masalah, dan itu merupakan cara masyarakat yang beradab di negara kita,” kata Lukman ditemui di Gedung Badan Pusat Statistik Jakarta.
Lukman juga mengatakan upaya gelar perkara yang dilakukan oleh Polri sebagai langkah yang tepat. Karena itu, bagi penegak hukum, dia berharap agar dapat berlaku adil dalam proses pemeriksaan perkara dugaan penistaan agama tersebut.
Menag juga percaya dengan umat Islam yang bisa menahan diri untuk tidak bertindak gegabah terkait kasus yang menyangkut Ahok. “Karena proses hukumlah yang harus mengadili ini, bukan cara sepihak yang harus main hakim sendiri. Saya sangat percaya, umat Islam Indonesia percaya betul akan hal ini,” ucapnya.
Menurut dia, para saksi ahli yang didatangkan dalam gelar perkara tersebut merupakan orang-orang yang berkemampuan di bidangnya masing-masing.
“Kami bukanlah pihak yang ahli sehingga kita tidak bisa memberikan keterangan berdasarkan keahlian dalam kasus ini. Karena yang diperlukan dalam kasus ini ‘kan ahli Alqran, ahli pidana, ahli bahasa. Di tiga keahlian yang dibutuhkan itu Kemenag dengan rendah hati merasa seluruh jajaran Kemenag tidak memiliki keahlian dan kompetensi untuk memberikan keterangan itu,” imbuhnya.
Sementara, aktivis Nahdatul Ulama (NU) Zuhairi Misrawi mendukung penyelesaian pertikaian dengan cara damai atau islah antara Ahok dengan imam besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Menurut Zuhairi, islah adalah pilihan terbaik untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi sehingga tercipta harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. “Itu pilihan terbaik, islah sebenarnya sangat dianjurkan. Al-Quran sudah mengajarkan itu,” ujar Zuhairi dalam keterangan pers, Selasa (15/11/2016).
Pertikaian dipicu oleh ucapan Ahok yang menyitir Surat Al Maidah ayat 51 dalam kunjungannya ke Kepulauan Seribu. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa ucapan Ahok telah menistakan agama.
Direktur Moeslim Moderat Society (MMS) ini meyakini Ahok tidak melakukan penistaan terhadap agama karena tidak ada unsur kesengajaan. Menurut Zuhairi, Ahok hanya ingin mengingatkan agar tidak melakukan politisasi terhadap ayat suci.
“Sama sekali tidak ada unsur penistaan agama dalam kasus ini. Apa yang disampaikan Pak Ahok sebagai warning agar ayat suci jangan dipelintir untuk kepentingan politik. Ia sudah meminta maaf, dan mestinya secara etik-moral kasus ini sudah selesai,” katanya.
Menurutnya, menggunakan ayat suci untuk kepentingan politik pragmatis sangat berbahaya mengingat bangsa ini dibangun di atas keberagaman. Untuk itu, semua elemen anak bangsa harus bersama-sama merawat kebhinnekan bangsa ini.
“Kemajemukan Indonesia sesuatu yang tidak terbantahkan. Mari kita bersama-sama menjaganya agar tidak tercerai berai oleh politisasi,” katanya.
Manajer kampanye Ahok, Raja Juli Antoni sebelumnya mengaku siap islah dengan para ulama yang ikut turun ke jalan pada demo 4 November lalu.
“Kami siap duduk bersama. Sudah beberapa kali juga dialog di televisi. Kalau itu memang membantu kebhinnekaan dan memperbaiki demokrasi kita lebih substantif apapun kami lakukan. Tentu kalau platform yang mereka kemukakan adalah NKRI, Pancasila, Kebhinekaan, dan rule of law,” kata Toni.
Jika memang semua pihak mau islah, kata Toni, semua harus menghormati penegakan hukum. Apapun hasil gelar perkara yang dilakukan kepolisian besok harus diterima.
“Jadi kalau memang judulnya penegakan hukum ya harus sesuai dengan keputusan aparat kan ya. Kalau Pak Ahok tersangka kami menerima, demikian pula sebaliknya mestinya begitu. Marilah kita mulai festival gagasan, cobalah dimulai benar-benar masuk ke situ,” ujarnya. (ar)
Leave a Reply