ragamlampung.com — Kisah pilu dibawa oleh etnis Rohingya yang meninggalkan Myanmar. Para pengungsi yang tiba di Bangladesh, misalnya, mereka membawa cerita-cerita tragis, seperti pemerkosaan, pembunuhan, dan penganiayaan oleh militer Myanmar.
Mereka kabur tanpa membawa harta benda, hanya baju yang melekat di badan. Yang paling penting, nyawa mereka beserta keluarga selamat.
Mereka menuturkan, pemerintah Myanmar mengusir penduduk Rohingya, sehingga harus mengungsi ke Bangladesh.
Di negeri yang sebelumnya bernama Burma itu, etnis Rohingya yang memeluk Islam jumlahnya sekitar 1 juta jiwa. Mereka tinggal di sebelah barat. Meski sudah hidup dan tinggal lama di daerahnya, Rohingya masih disebut sebagai imigram gelap oleh Myanmar.
Seorang pejabat PBB mengatakan, apa yang sedang terjadi di negeri ini merupakan bentuk pemberantasan etnis, di mana mereka berupaya menghapus kaum minoritas, seperti Rohingya, dengan cara mendeportasi mereka dari Myanmar.
Para pengungsi mengaku, tentara Myanmar menembaki penduduk desa dari helikopter tempur, membakar ratusan rumah, menangkap, hingga memerkosa perempuan dan anak-anak. Namun, militer Myanmar menyangkal pengakuan tersebut.
Laman Metro.co.uk, Minggu 27 November 2016, menerbitkan sejumlah gambar mengerikan yang diambil pekan ini. Media asal Inggis ini ingin meningkatkan kesadaran masyarakat dunia akan penderitaan Rohingya.
Foto-foto tersebut diambil di daerah Chittagong, Bangladesh. Gambar ini menunjukkan sebuah keluarga yang baru saja tiba di negara itu setelah melarikan diri dari Myanmar.
Gambar di atas memperlihatkan seorang pengungsi bernama Noor Begum yang baru tiba di sebuah kamp di Teknaf, distrik Cox selatan Bazar.
Bayinya, Jane Alam, yang baru berusia 6 bulan menderita kelaparan dan pneumonia selama perjalanan. Sayangnya, sang bayi meninggal hanya beberapa menit setelah keluarga tiba di kamp pengungsian.
Keluarga Noor mengatakan, mereka harus bersembunyi di bukit selama 20 hari dengan nyaris tanpa makanan, untuk menghindari kebrutalan tentara Myanmar.
Jane dimakamkan di sebuah kuburan di atas bukit, setelah seorang pria memandikan tubuh mungilnya. Kisah keluarga Noor ini merupakan salah satu kejadian dari banyaknya peristiwa pilu yang menimpa keluarga Muslim Rohingya.
Menurut Amnesty International, ribuan masyarakat Rohingya lainnya juga mencoba kabur dari Myanmar untuk mencari keselamatan, namun banyak dari mereka yang dipaksa berbalik ketika mencapai perbatasan Bangladesh.
Champa Patel, Direktur Organisasi Asia Tenggara, mengatakan, “ Kabur merupakan hukuman kolektif di Myanmar, mereka dipaksa kembali oleh otoritas Bangladesh.’’
“ Terjebak di situasi mengerikan ini, mereka pun sangat membutuhkan makanan, air, dan perawatan medis,” ujar Champa.
Seorang wanita berusia 40 tahun, mengatakan ia telah melarikan diri setelah tentara Myanmar membunuh suaminya dan salah satu anaknya.
“ Kami tidur di luar, di atas lumpur,” kata wanita yang tak disebutkan namanya itu. “ Anak saya berusia dua tahun dan menangis sepanjang waktu, ia merasakan kedinginan saat pagi hari. Dibandingkan dengan Myanmar, bagi saya Bangladesh sudah seperti surga.”
Apa yang menimpa masyarakat Rohingya nyatanya sudah mendapat banyak kritik sejak setahun yang lalu, namun kekerasan yang dilakukan tentara Myanmar kembali terjadi pada 9 Oktober lalu.
Terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mengungsi. Sulit untuk membuktikan laporan itu, pasalnya wartawan pun tidak diperbolehkan untuk masuk ke daerah-daerah tersebut. (bbc/ar)
Leave a Reply