ragamlampung.com – Jembatan yang membentang di atas Way Batanghari, Kota Metro menghubungkan Kabupaten Lampung Timur, kondisinya mengkhawatirkan. Pengguna jalan berharap pemerintah provinsi maupun daerah, segera memperbaikinya karena jalan itu jalur vital transportasi dan dilintasi ribuan kendaraan tiap harinya.
Keterangan yang dihimpum, Rabu (29/7/2016), jembatan yang menghubungkan Kota Metro dan Kabupaten Lamtim itu saat ini sudah tidak memadai lagi untuk lalu lintas yang makin padat. Mobilitas penduduk mulai dari pejalan kaki, kendaraan bermotor, semuanya bertumpu di sana. Padahal, infrastruktur itu hanya bisa dilalui kendaraan mobil dari satu arah.
Selain itu, tidak ada jembatan alternatif yang sebanding, untuk menyeberangi Way Batanghari tersebut. Kalaupun ada, selisih jarak, waktu, dan kualitas jalannya cukup besar. Warga Batanghari, misalnya, kalau tidak melintasi jembatan itu, harus memutar melalui Tejoagung, Metro Timur. Sebaliknya, warga Metro yang akan ke Kampus Batanghari, berputar melalui perempatan SPBU Yosodadi.
Padahal, ribuan pelintas jembatan yang dibangun sejak Metro dan Lampung Timur menjadi bagian dari Kabupaten Lampung Tengah, itu selalu menghiasi dan sangat padat, terutama pada pagi hari, siang, dan sore hari. Sebab, jembatan itu menghubungkan dua kampus; yakni 15A Iringmulyo, Metro, dan Banjarejo, Batanghari, Lamtim.
Di Kampus 15A, selain Universitas Muhammadiyah dan STAIN Jurai Siwo dengan ribuan mahasiswanya, juga ada SMKN 1 dan 3, SMP 2 dan 4, SDN dan sejumlah sekolah swasta. Sementara di Kampus Banjarejo terdapat Kampus 2 STAIN Jurai Siwo, Kampus 2 MAN 1 Metro, MAN 1 Lamtim, dan MTsN Batanghari.
“Bisa lihat sendiri, jalan dari arah Batanghari maupun Metro kan dibuat jalur dua saja bisa. Tapi, masak iya jembatannya hanya bisa dilintasi dari satu arah? Enggak wajar lah,” ujar Supri, PNS di lingkungan Pemkot Metro yang tinggal di Batanghari.
Menurut sejumlah mahasiswa, guru, dan pelajar di kedua kampus tersebut, sempitnya jembatan seringkali bukan saja membuat arus lalu lintas menjadi tersendat bahkan macet. “Di sini juga rawan kecelakaan Mas. Serempaten, hampir tabrakan, hampir terjadi setiap seminggu sekali,” ungkap Usman, salah seorang guru di Kampus Iringmulyo. (tedi)
Leave a Reply