Indonesia Bersiap Hadapi Serangan Virus Zika

Josiane da Silva holds her son Jose Elton, who was born with microcephaly, outside her house in Alcantil, Paraiba state, Brazil, Sunday, Feb. 7, 2016. The Zika virus, spread by the Aedes aegypti mosquito, thrives in people's homes and can breed in even a bottle cap's-worth of stagnant water. Public health experts agree that the poor are more vulnerable because they often lack amenities that help diminish the risk. (AP Photo/Felipe Dana)
Share :
Josiane da Silva holds her son Jose Elton, who was born with microcephaly, outside her house in Alcantil, Paraiba state, Brazil, Sunday, Feb. 7, 2016. The Zika virus, spread by the Aedes aegypti mosquito, thrives in people's homes and can breed in even a bottle cap's-worth of stagnant water. Public health experts agree that the poor are more vulnerable because they often lack amenities that help diminish the risk. (AP Photo/Felipe Dana)
ilustrasi

ragamlampung.com — Bak petir di siang bolong, kasus Zika mendadak muncul di hadapan masyarakat Indonesia. Ini bermula setelah Senin (29/8) lalu pihak Dinas Kesehatan Singapura mengonfirmasi adanya 41 kasus virus Zika di negara tersebut.

Status tersebut membuat Indonesia, yang tak lain adalah negara tetangga Singapura makin siaga. Indonesia pun bersiap untuk menghalau virus tersebut yang menular lewat gigitan nyamuk.

Virus Zika kembali menjadi perhatian dunia ketika banyak bayi dengan mikrosefalus di Brasil pada Oktober 2015. Kala itu, Negeri Samba tengah bersiap menyelenggarakan Olimpiade Musim Panas di Rio de Janiero yang berlangsung 5-21 Agustus 2016 kemarin. Kondisi ini tentu saja membuat Brasil kerepotan.

Diketahui virus zika sendiri diklaim menyebabkan terjadinya mikrosefalus. Mikrosefalus merupakan salah satu gangguan yang muncul akibat perkembangan otak bayi semasa kandungan tidak sempurna atau berhenti berkembang. Anak dengan mikrosefalus dapat mengalami berbagai masalah hambatan perkembangan tubuh, keterbelakangan intelektual, atau kehilangan pendengaran.

Kasus tersebut kemudian menyeret virus Zika yang dianggap sebagai penyebab mikrosefalus. Fakta yang ditemukan lebih mencengangkan, hingga akhir 2015 sebanyak 1,5 juta orang telah terinfeksi virus yang tersebar berkat gigitan nyamuk ini.

Kasus virus Zika semakin menyebar ke berbagai negara, seperti kawasan Amerika Tengah, Amerika Serikat, Eropa, hingga mampir ke Asia. Kini belum ada jumlah resmi total keseluruhan korban virus Zika di dunia, namun Badan Kesehatan Dunia atau WHO mencatat sudah 70 negara yang bersinggungan dengan virus ini.

Meski belum ada hasil penelitian resmi, namun WHO menyatakan bahwa konsensus ilmiah sepakat virus ini menyebabkan mikrosefalus dan sindrom Guillain-Barre.

Sindrom Guillain-Barre (SGB) merupakan peradangan akut yang menyebabkan kerusakan sel saraf tanpa penyebab pasti. Akibatnya, pasien menjadi lumpuh. Pasien dengan sindrom ini mampu sembuh dan menggerakkan tubuhnya kembali dengan terapi dalam jangka satu tahun. Tercatat, 85 persen pasien SGB dapat kembali normal.

“Berbagai upaya masih terus dilakukan untuk menginvestigasi kaitan antara virus Zika dan sejumlah penyakit saraf lainnya dengan kerangka penelitian ilmiah yang ketat,” tulis WHO dalam laman resminya.

Pencegahan yang Utama

Virus zika sebenarnya sudah ada sejak 1947 belum mendapatkan kepastian identitas ilmiah karena kasusnya tergolong sangat langka setiap tahunnya. Namun, gejala dari infeksi virus ini hampir sama ketika terinfeksi dengue, seperti gejala baru muncul antara dua hingga tujuh hari setelah terinfeksi berupa demam, sakit kepala, ruam kulit, sakit di otot dan sendi.

Zika tersebar melalui gigitan nyamuk Aedes yang banyak bertebangan di daerah tropis, termasuk Indonesia. Nyamuk yang di Indonesia terkenal penyebab demam berdarah dengue ini biasanya menggigit saat pagi dan sore hari. Nyamuk ini pula yang menyebarkan chikungunya dan demam kuning.

“Perpindahan atau transmisi virus Zika melalui aktivitas seks juga memungkinkan terjadi. Metode perpindahan lainnya seperti transfusi darah masih dalam proses penyelidikan,” kata WHO.

Dalam menghadapi infeksi virus Zika, WHO menyatakan tak ada perawatan khusus sebagai upaya pengobatan. Pasien hanya perlu cukup istirahat, konsumsi cairan yang cukup, serta mengonsumsi obat penurun demam pada umumnya. Hingga saat ini, belum ditemukan vaksin untuk virus Zika.

Tidak adanya obat dan vaksin zika mengharuskan Anda melakukan berbagai upaya pencegahan untuk menghadapi sebaran virus Zika.

Beberapa pencegahan umum demam berdarah dapat digunakan untuk menghindari diri dari virus Zika. Misalnya menggunakan pakaian warna cerah yang sebisa mungkin menutup seluruh tubuh, menggunakan jaring nyamuk di jendela dan pintu, tidur di bawah kelambu, dan menggunakan obat nyamuk dengan kandungan DEET, IR3535 atau icaridin.

Meski belum ada hasil penelitian resmi, namun sejumlah kasus merekam kejadian penularan virus Zika melalui aktivitas seksual. WHO menghimbau orang yang tinggal dekat atau sempat mengunjungi area virus Zika untuk menerapkan prosedur seks yang aman seperti menggunakan kondom.

“Sebagai tambahan, orang yang baru saja dari area virus Zika wajib menerapkan seks aman atau absen seks selama delapan pekan setelah ia kembali, meski tidak ada gejala,” tulis WHO, seperti dilansir cnnindonesia.

“Bila pria yang mengalami gejala infeksi virus Zika, mereka wajib menerapkan seks aman atau absen seks setidaknya enam bulan. Rencana kehamilan harus menunggu delapan pekan sebelum mencoba hamil bila tak ada gejala, atau enam bulan bila salah satu pasangan bergejala.” lanjut WHO. (ar)

Share :