Pelaku Pungli Diancam Hukuman Minimal Empat Tahun Penjara

ilustrasi
Share :
ilustrasi
ilustrasi

ragamlampung.com — Pelaku pungutan liar (pungli) bisa diancam minimal hukuman empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara. Hal itu berdasarkan Undang-Undang (UU) Tentang Pemberantasan Tindak Korupsi pasal 12.

“Tentunya tidak bisa kita generalisir, harus kita lihat case by case seperti apa,” kata Jaksa Agung HM Prasetyo, di Istana Negara, Kamis (20/10/2016).

Tapi intinya, kata Prasetyo, pungli harus diberantas karena praktik pemerasan sudah membudaya, massif, dan menahun yang akhirnya tentunya banyak dampak negatif yang ditimbulkan.

Pertama, akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Kedua, bisa saja lalu lintas barang menjadi terganggu, penyelesaian perkara bertele-tele, putusan bisa dimainkan, dan sebagainya. “Ini semua harus diteliti satu per satu,” tegasnya.

Menurut Prasetyo, dasar hukum Operasi Pemberantasan Pungli nanti adalah Keppres (Keputusan Presiden), dan tentunya pemerintah sekarang bertekad untuk pungli ini diberantas. Dikatakan Prasetyo, pungutan liar dan suap merupakan dua hal berbeda.

Ia menyebutkan, pungli itu dilakukan sepihak, biasanya para petugas atau penyelenggara pemerintahan yang memiliki kewenangan dan kekuasaan meminta sesuatu yang berkaitan dengan kewenangannya. Karena itu, orang terpaksa memberikan karena kalau tidak diberikan uangnya tidak terlayani keperluannya.

“Sehingga di sini tentunya, mereka ini yang diminta pungli tidak perlu takut untuk melaporkan karena mereka cenderung menjadi korban,” katanya.

Lain halnya dengan suap, menurut Jaksa Agung, kalau suap dua pihak saling bekerja sama dan berkonspirasi, ada yang memberi dan ada yang menerima untuk tujuan tertentu.

Karenanya, Prasetyo menegaskan, pungli hanya yang menerima dan meminta uang serta memeras, dan hal ini cenderung terjadi di mana-mana. “Ini yang harus diberantas,” ujarnya. (ar)

Share :