Krisis Keuangan, Arab Saudi Pecat Menteri-Menterinya

ilustrasi
Share :
ilustrasi
ilustrasi

ragamlampung.com — Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud diberitakan telah memberhentikan menteri keuangan negaranya, Ibrahim bin Abdulaziz Al Assaf pada Senin (31/10/2016). Menurut kantor berita Saudi Press Agency, pemecatan tersebut dilakukan ketika Arab Saudi menghadapi kerumitan keuangan.

“Pemberhentian akibat jatuhnya harga minyak serta langkah-langkah penghematan yang melibatkan pemotongan gaji para menteri dan pejabat tinggi,” demikian dilansir kantor berita Antara, Selasa (1/11/2016).

Mantan Menteri Keuangan Ibrahim bin Abdulaziz Al Assaf itu kemudian diangkat menjadi menteri negara dan anggota kabinet. Mengisi jabatan menteri keuangan yang kosong, Arab Saudi kemudian mengangkat Mohammed bin Abdullah bin Abdulaziz Al Jadaan, Ketua Otoritas Pasar Keuangan.

Tak hanya Al Assaf, kepala-kepala organisasi penting seperti Otoritas Makanan dan Obat serta Otoritas Transportasi Umum juga mengalami penggantian serupa.

Selain itu, Kerajaan Arab Saudi juga memberhentikan Kepala Otoritas Transportasi Publik Abdulaziz bin Abdulrahman bin Nasser Al-Ohali dan menunjuk Rumaih bin Muhammad Al-Rumaih sebagai kepala Komisi Transportasi Publik dan kepala pelaksana perusahaan kereta api.

Sebelumnya, sebagaimana laporan Antara pada Sabtu (23/4/2016), pemecatan juga dilakukan Raja Arab Saudi terhadap Menteri Pengairan dan Listrik karena buruk dalam penerapan kenaikan tarif air. Menteri itu, Abdullah Al-Husayen, diganti oleh Menteri Pertanian Abdulrahman al-Fadhli.

Pada November 2015, Kementerian Pengairan dan Listrik telah mengumumkan kenaikan tarif sebesar 50 persen untuk layanan air dan kebersihan yang diberikan kepada badan pemerintah dan perusahaan komersial serta industri besar. Alasannya ialah tindakan itu bertujuan merasionalkan konsumsi. Dinyatakan pula oleh Al Husayen, sebanyak 87 persen rekening listrik dan air takkan terpengaruh oleh kenaikan tersebut.

Sementara itu, Wakil Putra Mahkota Mohammed bin Salman yang bertugas melakukan pembaruan ekonomi di Kerajaan Arab Saudi, mengatakan bahwa kenaikan tarif listrik belum dilaksanakan berdasarkan rencana tersebut.

Penurunan tajam harga minyak dunia telah mengkonsumsi pemasukan Arab Saudi yang 70 persen di antaranya dari minyak. Karenanya, Riyadh melakukan berbagai tindakan untuk membuat negeri itu tak terlalu menggantungkan diri pada ekspor minyak, termasuk kenaikan harga bahan bakar buat konsumsi lokal.

Krisis Kuwait

Kuwait dilaporkan akan menghentikan semua bentuk subsidi publiknya. Menurut laporan yang dipublikasikan surat kabar setempat Al-Qabas, Senin (31/10/2016), sebuah komite yang dibentuk Kementerian Keuangan untuk meninjau kebijakan itu menyatakan berencana mengurangi subsidi secara perlahan sampai berhenti total pada 2020

Di tahun fiskal ini, subsidi publik dan bantuan sosial negara itu diperkirakan mencapai tiga miliar dolar AS lebih (sekitar Rp39,1 triliun) atau kurang lebih lima persen dari proyeksi belanja, dilansir Selasa (1/11/2016).

Negara kaya minyak itu sudah mencabut subsidi untuk disel dan kerosin, yang harganya disesuaikan dengan harga minyak internasional. Sementara pada September, Kuwait mencabut sebagian subsidi minyak bumi yang memicu krisis politik hingga menyebabkan pembubaran parlemen dan seruan untuk menggelar pemilu baru.

Karena itu, pemerintah mengamankan dukungan parlemen sebelum memutuskan menaikkan harga tarif listrik dan air bagi warga asing dan pelaku bisnis, yang dikecualikan untuk warga Kuwait. Namun karena menaikkan harga minyak, pemerintah setuju memberikan kompensasi kepada warga dengan menawarkan sekitar 75 liter bahan bakar gratis setiap bulan kepada setiap pengemudi.

Adapun peningkatan harga antara 40 sampai 80 persen sesuai jenis bahan bakar yang berlaku mulai 1 September itu merupakan bagian dari reformasi kebijakan untuk mengatasi defisit anggaran akibat harga minyak yang rendah.

Sebuah pernyataan setelah rapat kabinet mingguan pada Senin (1/8/2016) menyebutkan harga bensin dengan oktan rendah akan naik 41 persen menjadi 28 sen AS per liter, sementara harga bensin kelas tinggi naik 61 persen menjadi 35 sen. Kabinet Kuwait juga memutuskan untuk menaikkan harga bensin “ultra” yang ramah lingkungan sebesar 83 persen menjadi 55 sen per liter.

“Kenaikan tersebut adalah yang pertama kali untuk bensin yang disubsidi sangat besar di negara anggota OPEC itu dalam hampir dua dekade terakhir,” sebut pernyataan itu. Dengan kata lain, itu adalah kenaikan yang pertama sejak 1998.

Anggota organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) tersebut mencatatkan defisit anggaran 4,6 miliar dinar (15,3 miliar dolar AS) dalam tahun fiskal yang berakhir 31 Maret, menurut data pemerintah. Sementara itu, Kuwait kembali diproyeksikan masih mengalami defisit 29 miliar dolar AS dalam tahun fiskal ini, yang berawal 1 April. (ar)

Share :