ragamlampung.com — Biasanya penduduk kota mengharapkan kotanya ramai dipadati wisatawan. Tapi, penduduk Kota Venesia di Italia tampaknya sedikit menyesal karena kondisi itu telah terjadi.
Dilansir dari Telegraph, pada Sabtu (12/11/2016), puluhan penduduk Venesia melakukan aksi demonstrasi, karena merasa terganggu dengan kehadiran wisatawan mancanegara (wisman) yang mulai mengganggu aktivitas sehari-hari.
Puncaknya, ketika jalanan kota malah dipadati wisman saat perayaan agama Katolik, Hari Raya Semua Orang Kudus (All Saints), pada minggu lalu. Padahal di saat yang sama, penduduk Venesia ingin merasakan kekhusyukan.
Melansir Reuters, tidak hanya saat perayaan All Saints, penduduk juga merasa kalau kedatangan wisatawan membuat kehidupan mereka semakin sulit.
Salah satunya ialah harga sewa rumah yang menjadi tinggi, karena banyaknya penginapan murah yang ditawarkan.
Aksi demo bertajuk #Venexodus di dunia maya itu tidak main-main, karena penduduk mengancam untuk bermigrasi ke kota lain jika pemerintah tidak segera menertibkan izin berwisata ke Venesia.
Sebagian besar dari pendemo membawa koper kosong berwarna merah, tanda ancaman pergi dari kota. Lalu seseorang berkostum pemimpin kota, Doge, menjadi pemimpin aksi yang berlangsung damai itu.
Venesia merupakan salah satu destinasi wisata yang populer di Italia. Selain romantis, kota yang dibelah oleh aliran sungai ini juga menyimpan banyak sejarah kuno, salah satunya yang diangkat dalam film Inferno (2016).
Tercatat, setiap tahunnya kota yang berpenduduk 264 ribu jiwa pada 2014 itu dikunjungi lebih dari 20 juta wisatawan dari seluruh dunia. Namun, puluhan juta wisman yang datang justru membuat 1000 penduduk Venesia pergi, karena merasa tidak betah.
“Kami tidak membenci wisatawan. Tapi ini merupakan protes atas kebijakan kota yang sudah diterapkan selama 40 tahun terakhir,” kata salah satu penduduk yang ikut dalam aksi demo, Andrea Castelli.
“Kami sebenarnya tidak ingin meninggalkan kota. Kami Venetian, penduduk asli di sini. Kami ingin tetap hidup di sini, sehingga kami meminta pemerintah kota untuk membantu agar kami bisa tetap tinggal di Venesia,” lanjutnya.
Di sudut Venesia, sebuah toko obat memajang papan yang menujukkan jumlah penduduk saat ini adalah 54.926 orang.
Angka tersebut bisa dibilang ironis, karena di sampingnya ada keterangan penduduk pada 1951 yang berjumlah 174.808 orang.
“Venesia adalah sebuah kota yang rapuh, bukan cuma secara struktural dan fisik, namun hingga ke tatanan sosial,” kata salah satu penduduk, Federico Permutti.
“Kondisi yang terjadi adalah terbatasnya jumlah pemukiman bagi warga dan liarnya pertumbuhan jumlah tempat tinggal bagi para wisatawan. Anda dapat bayangkan betapa sulitnya kondisi yang kami, warga lokal, hadapi,” lanjutnya. (ar)
Leave a Reply