Polemik Karateka yang Diminta Lepas Hijab

Share :

ragamlampung.com –Seorang karateka putri yang menggunakan hijab atau kerudung, membuat heboh dan berbagai tanggapan di dunia maya.

Aulia, saat itu mengikuti kejuaraan daerah karate tingkat Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Yang menjadi persoalan adalah kesimpangsiuran soal pemakaian hijab sebelum bertanding di lomba yang digelar pada 22-24 Desember 2016 lalu itu.

Netizen hingga pengurus organisasi karate terkejut setelah ada informasi yang diunggah oleh pemilik akun Facebook Janan Farisi. Di dalam unggahan itu, pemilik akun menyertakan kronologi pelarangan itu menurut versinya.

Di akun itu, Janan mengisahkan perjuangan pelajar SMP itu berlatih karate. Tapi, perjuangannya berakhir sia-sia. Aulia tidak bisa bertanding karena diminta melepas hijab.

” Namun saat hari itu tiba, saat ia sudah siap bertanding dengan seragam karate gagahnya, seorang juri menyuruhnya melepas JILBAB nya. Ia tak dibolehkan mengikuti pertandingan dengan jilbabnya. Tersentaklah ia. Bergejolak pertandingan yang sangat hebat dalam hatinya. Bertanding mengejar mimpi atau mempertahankan JILBAB nya, izzah ke-Islaman nya… Latihan gigihnya selama ini… Impiannya… Akankah menguap begitu saja…,” tulis Janan, dikutip Kamis (29/12/2016).

Unggahan tersebut banyak mendapat tanggapan dari pengguna Facebook. Sejak diunggah pada 24 Desember lalu, unggahan ini telah disebar sebanyak 4.376 kali dan mendapat 1.272 komentar.

Ramainya kabar ini membuat Pengurus Federasi Olahraga Karate-do Indonesia (FORKI) Jawa Timur angkat bicara. Wakil Ketua bidang Pembinaan Prestasi FORKI Jatim, Yanto membantah pelarangan penggunaan hijab di kejuaraan itu.

Yanto mengatakan sebelum pertandingan, penyelenggara telah menggelar Technical Meeting (TM) membahas aturan yang diperbolehkan dalam kejuaraan.

Salah satunya yakni peserta berhijab boleh mengenakan hijab yang diakui oleh federasi karate dunia, World Karate Federation (WKF).

“Kalau seusai ketentuan yang diakui WKF, hijab yang dibolehkan itu yang orang-orangtua kita biasa sebut dengan kerpus,” kata Yanto.

Menurut dia, hijab karate menutup leher dan telinga dan menyesuaikan bentuk tubuh. Bentuk hijab ini juga diterapkan oleh para atlet karateka dunia, termasuk dari negara-negara Muslim di Timur Tengah.

“Di dalam TM sudah setuju semua. Besoknya, para peserta juga menyesuaikan hijabnya,” kata Yanto.

Demikian pula saat Aulia yang masuk kategori +35 kilogram putri. Dia sempat diperiksa pembantu wasit dan diminta mengganti hijabnya sesuai ketentuan yang disepakati.

“Ternyata Aulia mengira disuruh melepas hijab. Aulia ini belum tanding, dia masih menunggu urutan,” kata Yanto.

Saat tiba gilirannya, wasit memanggil Aulia. Tetapi, dalam tiga kali panggilan, Aulia yang seharusnya bertanding tidak maju ke arena. “Sepertinya pendamping Aulia ini tidak mengerti. Ada kok berita acaranya,” ucap Yanto.

Yanto pun mengaku kaget berita yang tersebar tidak sesuai dengan fakta. Dia pun tidak mengetahui apakah pihak penyebar kabar itu apakah pelatih atau hanya guru pendamping Aulia.

“Kami minta pertanggungjawaban dari pendampingnya. Tapi sampai sekarang tidak ada konfirmasi dari pendamping,” ucap Yanto.

Penggunaan hijab dalam turnamen karate itu beragam, bergantung dari tingkat pertandingannya. Menurut terminologi World Karate Forum (WKF), syarat perempuan berhijab dapat mengikuti pertandingan tingkat nasional dan internasional adalah jika hijabnya sudah memenuhi standar.

Tujuannya, untuk memastikan ada atau tidaknya perhiasan yang dapat berpotensi menimbulkan luka di leher. Dengan demikian, ada hijab yang dipakai demi keperluan keamanan saat seorang atlet menjalani pertandingan.

Beberapa karateka dunia terutama yang berasal dari Timur Tengah, hingga kini masih sangat ketat mempertahankan pemakaian hijab itu, meski di arena internasional seperti olimpiade. (ar)

Share :