GPM Bahas Identifikasi dan Konflik Sosial di Mesuji

Share :

ragamlampung.com – Ormas Gerakan Pemuda Mesuji(GPM) selenggarakan Diskusi Publik, dengan tema “ldentifikasi dan Penanganan Konflik Sosial di Mesuji.”

Acara diskusi itu berlangsung di Balai Desa Wira Bangun, Kecamatan Simpang Pematang. Ratusan tamu dari para Pemuda-pemudi sekitar dan lainnya, ramaikan acara diskusi tersebut, Jum’at, (31/3/2017).

Suwondo alex, salah satu Anggota Ormas GPM, yang menjadi moderator dalam acara diskusi. Dengan seksama, Suwondo mempersilahkan para pembicara diskusi untuk memaparkan pandangannya terkait tema diskusi, “ldentifikasi dan Penanganan Konflik Sosial di Mesuji.”

Dalam diskusi itu, yang menjadi pembicara berasal dari berbagai instansi, yaitu IPTU Dwi Cahyono, Kasat Binmas Polres Mesuji. Mayor (ARM) I Ketut Subangga, Danramil 426-D1 Mesuji. Apriyadi, Sekjen Pwi mesuji. Isbedy Setiawan, penggiat seni dan budayaan Lampung.

Eko Nurhadi, SH. MH, selaku Ketua Ormas GPM menyampaikan sambutannya dengan menjelaskan tujuan GPM dibentuk.

“Ormas GPM ini dibentuk bertujuan agar Pemuda-pemudi Mesuji berkarya, berdaya, dan berjaya dengan mandiri,” ungkap Eko.

Selanjutnya, satu persatu silih berganti, para Pembicara sampaikan pandangannya pada para tamu diskusi.

Yang pertama menyampaikan pandangan adalah IPTU Dwi Cahyono, Kasat Binmas Polres Mesuji. Ia menuturkan bahwa Kabupaten Mesuji, memerlukan  ikon penanda yang khas dari Mesuji, agar menarik minat juga penilaian positif publik atas Mesuji.

“Kabupaten Mesuji ini, butuh ikon penanda yang khas dengan Mesuji, agar dapat menarik minat juga penilaian positif dari publik atas Mesuji. Ya seperti tetangga kita, Kabupaten Tubaba yang berhasil dengan image(pandangan) publik positif dengan adat dan Budayanya,” tutur Iptu Dwi.

Selanjutnya, Mayor (ARM) I Ketut Subangga, Danramil 426-D1 Mesuji, ia menyerukan kekagumannya terhadap Ormas GPM yang selenggarakan acara diskusi itu dan menyampaikan saran dan pandangannya.

“Luar biasa. Ormas GPM menyelenggarakan diskusi seperti ini, hal ini berhasil membuat saya sedikit gugup. Saya berpesan untuk kalian para generasi muda untuk berkarya juga berkerja, dan jangan bermalas-malasan. Nama baik Mesuji adalah tanggung jawabmu juga. Jaga dan besarkan, harumkanlah Mesujimu ini,” ucap Mayor Ketut.

Dari sisi budaya, Isbedy Setiawan, penggiat seni dan budayaan Lampung, serukan pandangannya.

“Untuk meminimalisir konflik, ajang festival kesenian dan pentas budaya lah solusinya. Karena adat dan budaya adalah gambaran atau jatidiri seseorang, dari hal itulah akan timbul rasa memiliki dari masyarakat,” seru Isbedy.

Terakhir, perwakilan pihak wartawan, Apriyadi, Sekjen PWI Mesuji, menjelaskan, wartawan pastinya dicintai dan dibenci oleh publik. Wartawan bekerja berlandaskan Undang-undang. Ia juga membenarkan image(gambaran) suhu konflik di Mesuji memang bergantung pada wartawan, tetapi yang selama ini dikabarkan para kaumnya adalah fakta.

“Wartawan itu dicintai dan dibenci oleh publik. Wartawan bekerja berlandaskan Undang-undang. image suhu konflik di Mesuji memang bergantung pada wartawan, tetapi yang selama ini dikabarkan para wartawan adalah fakta, dengan tujuan agar penanganannya diwujudkan oleh institusi-institusi yang berwenang atas permasalahan itu,” jelas Apriyadi.

Sesion acara berlanjut dengan tanya jawab antara para pembicara dan para tamu diskusi. Dan, sesion terakhir juga sebagai penutupan acara diskusi dengan pembacaan puisi oleh Isbedy Setiawan. (gst)

Share :