Mantan Calon Bupati dan Wakil Bupati Mesuji Ngadu ke MK

calon bupati mesuji febrina.
Share :

ragamlampung.com — Mantan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Mesuji, Febrina Leslie Tantina dan Adam Ishak, mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji material terkait aturan pengembalian berkas perkara pilkada oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sidang perdana digelar di ruang sidang pleno MK, Rabu (3/5/2017). Pemohon diwakili Donny Tri Istiqomah mendalilkan hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Pasal 146 ayat (4) UU Pilkada.

Pasal 146 ayat (4) menyatakan “Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi”.

Istiqomah, dilansir dari laman MK, Minggu (7/5/2017), mengatakan, dalam pemilihan Bupati Mesuji tahun 2017, calon bupati nomor urut 2, Khamamik diduga melakukan tindak pidana politik uang dan telah ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam prosesnya, penyidik telah melimpahkan berkas kepada JPU. Tapi, berkas perkara tersebut dikembalikan lagi kepada penyidik. Usai itu, JPU tidak melanjutkan berkas perkara dengan berdasar Pasal 146 ayat (4).

Karena itu, pemohon menilai ketentuan Pasal 146 ayat (6) UU Pilkada ambigu dan multitafsir yang berakibat merugikan hak konstitusionalnya para pemohon.

“Padahal perkara sudah memenuhi syarat materiil dan formil. Setelah penyidik mengembalikan kepada Jaksa. Jaksa justru mengirimkan kepada Panwaslih. Fakta hukum ini merugikan. Akibatnya, pasal a quo ditafsirkan dengan tidak adil apapun kepentingannya,” katanya, di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Aswanto.

Karena itu, pemohon meminta agar Pasal 146 ayat (4) UU Pilkada dinyatakan bertentangan dengan Tahun 1945, sepanjang tidak ditafsirkan pengembalian berkas oleh penyidik kepada penuntut umum hanya satu kali.

Selanjutnya, penuntut umum tanpa syarat apapun wajib dalam jangka waktu paling lama lima hari terhitung sejak berkas perkara diserahkan kembali oleh penyidik melimpahkan berkas perkara ke pengadilan negeri.

Menanggapi permohonan tersebut, Majelis Hakim yang juga terdiri Hakim Konstitusi Suhartoyo dan I Dewa Gede Palguna memberikan nasihat perbaikan. Palguna menganggap dalil yang dikemukakan pemohon berkaitan dengan masalah penerapan norma, bukan masalah konstitusionalitas norma.

“Jika memang begitu, Mahkamah Konstitusi sudah tidak bisa menjangkau. MK merupakan pengadilan konstitusional yang belum mempunyai kewenangan constitutional complaint,” ujarnya.

Aswanto menyarankan akan lebih baik jika pemohon menguji mengenai batas waktu pengajuan perbaikan berkas penyidikan. Menurutnya, pengembalian berkas perkara harus dibatasi waktu sehingga tidak mengulur waktu. (ist/dr)

Share :