ragamlampung.com — Berita bohong atau hoax jelas merugikan dan menimbulkan dampak besar bagi banyak orang. Karena itu adalah berita tendensius dan kerap fitnah. Tapi, sekelompok pemuda dari sebuah kota kecil di Makedonia tidak memedulikannya. Mereka hanya tahu cara mendapatkan keuntungan dengan membuat berita tersebut.
Saat pemilihan Presiden Amerika Serikat, mereka membuat berita-berita hoax tentang pemilihan itu, dan mereka meraup ratusan juga rupiah dari berita seperti itu.
Dari kota bernama Veles, para pemuda itu menulis berita-berita sensasional, yang tak jelas kebenarannya, kemudian disebar melalui Facebook dan media sosial lainnya. Warga setempat menyebut mereka “panen emas digital”.
Bukan tanpa sebab. Menurut salah seorang mahasiswa Veles yang mengaku bernama Goran, warga Amerika Serikat sangat senang dengan berita-berita bohong yang mereka buat. Dan kondisi inilah yang terus mereka manfaatkan.
Goran mengaku masih 19 tahun. Namun, dari penampilannya, ia terlihat jauh lebih muda. Di pergelangan tangannya, terlihat jam tangan yang cukup mewah. “Mereka tak peduli (kalau) berita yang mereka baca akurat atau bohong,” kata Goran.
Dalam sebuah wawancara, Goran membuka rahasia kelompoknya; tentang bagaimana mereka membuat berita-berita bohong itu dan kemudian menyebarkannya. Biasanya, Goran dan rekannya akan menerbitkan berita-berita sensasional atau bombastis yang bahannya diambil dari situs-situs sayap kanan di Amerika yang sangat mendukung Trump.
Satu berita biasanya berisi gabungan paragraf dari beberapa artikel dan diberi judul yang sensasional. Goran kemudian membayar Facebook untuk membagikan berita ini ke para pengguna media sosial di Amerika yang haus dengan berita-berita Trump dan pesaingnya dari Demokrat, Hillary Clinton.
Ia mendapatkan uang dari klik dan share berita yang ia terbitkan.
Goran mengaku belum lama membuat hoax dan hanya menerima 1.800 euro per bulan, tetapi rekan-rekannya bisa meraup ribuan euro per hari. Ketika ditanya apakah ia tak khawatir berita palsu yang ia buat mengecoh atau membohongi pemilih di Amerika, Goran sepertinya tak terlalu peduli alias masa bodoh!
“Para remaja di kota kami tak peduli dengan pilihan warga Amerika. Yang kami pikirkan di sini adalah bagaimana mendapatkan uang dan membeli pakaian-pakaian mahal,” kata Goran.
Dampak panen emas digital jelas terlihat di Veles. Data menunjukkan gaji rata-rata warga di sini sekitar 350 euro atau sekitar Rp5 juta per bulan. Namun, sejak aktivitas “produksi hoax” meningkat, sejumlah warga mampu membeli mobil baru, sementara kafe dan restoran makin ramai pengunjung.
Dulu, ketika masih menjadi bagian Yugoslavia, Veles biasanya disebut Tito Veles, nama yang mengacu ke presiden saat ini, Josip Tito. Kini, warga kota, dengan setengah bercanda, mengatakan, kota itu kini lebih cocok diberi nama Trump Veles.
Tak hanya kalangan mahasiswa, produksi berita hoax juga dilakukan oleh siswa-siswa SMA. Salah seorang di antaranya mengatakan kepada BBC bahwa ia bekerja beberapa jam setiap malam untuk membuat hoax.
Dari sebuah penelusuran diketahui, setidaknya adalah tujuh kelompok di Velesyang menyebar berita bohong di internet. Selain itu, ada ratusan murid sekolah menengah atas yang juga terlibat dalam proyek gelap ini.
Sekadar informasi, di kota ini, di Veles, memproduksi berita hoax bukanlah tindak pidana. Soal tanggung jawab moral, itu urusan belakangan.
“Tak ada uang haram di sini,” kata Slavco Chediev, Wali Kota Veles. Bahkan, ia mengisyaratkan bangga karena kotanya bisa memengaruhi hasil pilpres di Amerika.
Setali tiga uang dengan Goran. Ia sama sekali tidak peduli dengan apa yang ia lakukan. “Orangtua mana yang tidak senang jika anaknya bisa mendapatkan 30 ribu euro atau sekitar Rp420 juta per bulan,” tanya Goran.
Satu contoh ironi hidup, masih ada yang mementingkan materi sebagai tujuan utama hidupnya meski harus mengorbankan hidup orang lain.
Ternyata hidup makin tak beraturan di era teknologi pesar ini bukan kesalah pada alat, tapi manusia yang menggunakannya. (intisari/ar)
Leave a Reply