Pakai Dana Desa, Kepala Desa Studi Banding ke Bali

ilustrasi
Share :
ilustrasi
ilustrasi

ragamlampung.com — Seratusan kepala tiyuh (desa) se-KabupatenTulangbawang Barat (Tubaba), berangkat studi banding dan mengikuti workshop ke Jawa Barat dan Bali, Jumat (16/7/2016). Tiap desa mengeluarkan dana dari dana desa sebesar Rp20 juta untuk membiayai program tersebut.

Aparat yang berangkat terdiri sekretaris desa, bendahara, kepala tiyuh, anggota Badan Permusyawaratan Tiyuh, dan camat se-Kabupaten Tubaba.

Tahap keberangkatan kedua ini seluruh kepala tiyuh dan Badan Permusyawaratan Tiyuh (BPT) termasuk semua camat se-Kabupaten Tubaba. Mereka berangkat ke IPDN Jatinangor, Cibodas, dan terakhir mempelajari industri rumah tangga di Bali.

“Dalam kegiatan ini kami hanya selaku undangan pendamping untuk pengarahan agar kegiatan tersebut benar-benar bermanfaat. Sehingga hasil dari belajar ke luar daerah itu bisa diterapkan di Kabupaten Tubaba,” kata Nurul Puadi, Kabid Pemberdayaan Aparatur Pemerintahan Tiyuh/Kelurahan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Tiyuh/Kelurahan (BPMPT/K) Tubaba.

Namun, sejumlah kalangan mengkritik rencana keberangkatan sebanyak 206 perangkat tiyuh itu, yang melakukan studi banding dari 16 hingga 20 September 2016.

Ketua Komisi C DPRD Tubaba, Paisol meminta aparatur tiyuh selaku penguasa anggaran untuk mempertimbangkan kembali rencana studi banding yang diduga bersumber dari dana desa tahap pertama tahun 2016.

Ia menilai kegiatan tersebut tidak sejalan dengan tujuan pemerintah pusat mengucurkannya dana desa, berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yakni untuk menyejahterakan masyarakat melalui padat karya.

Evaluasi Komisi C menyimpulkan pelaksanaan pembangunan melalui dana desa tahap pertama tahun 2016, belum sepenuhnya sesuai harapan undang-undang. Masih banyak tiyuh yang pekerjaan proyeknya dikerjakan bukan warga setempat dan terkesan asal-asalan.

Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dan Wilayah (LPMW) Kabupaten Tubaba, Supriadi, beranggapan studi banding dengan dana desa, selain pertimbangan penghematan anggaran, kegiatan tersebut rentan disalahgunakan.

“Dengan demikian, keinginan untuk menciptakan kemandirian tiyuh tidak sekadar khayalan. Namun jika dana ini dipakai untuk studi banding, jelas sangat menyimpang dari peruntukannya,” kata dia. (ar)

Share :