ragamlampung.com – Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, sering terdengar singkatan Plt dan Plh. Plt singkatan dari Pelaksana Tugas, Plh singkatan dari Pelaksana Harian.
Selain itu, ada pula istilah Penjabat (Pj) yang dikenal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Dalam praktik, istilah ini sering dipakai jika ada kekosongan sementara pada jabatan struktural pemerintahan di pusat dan daerah.
Apa perbedaan kewenangan Plh dan Plt? Untuk mengetahuinya silakan buka UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Ada di Pasal 14 ayat (1,2,4,7) UU No.30 Tahun 2014, dan Penjelasan Pasal 14 ayat (7) UU tersebut.
Menurut Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, pihaknya telah mengirimkan surat kepada para Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Daerah perihal Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian.
Kepala BKN menegaskan, apabila terdapat pejabat pemerintahan yang tidak dapat melaksanakan tugas paling kurang tujuh hari kerja, untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan tugas, maka atasan langsung pejabat tersebut menunjuk pejabat lain di lingkungannya sebagai Plh.
Menurut Bima Haria, Plh maupun Plt sama sekali tidak berwenang memutuskan atau mengambil tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian.
“Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian kepegawaian,” ujar Bima.
Di luar hal itu, Plh dan Plt boleh mengambil keputusan meliputi antara lain: 1. Menetapkan sasaran kerja pegawai dan penilaian prestasi kerja; 2. Menetapkan kenaikan gaji berkala; 3. Menetapkan cuti selain Cuti di Luar Tanggungan Negara (CLTN); 4. Menetapkan surat penugasan pegawai; 5. Menyampaikan usul mutasi kepegawaian kecuali perpindahan antar-instansi, dan 6. Memberikan izin belajar, izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi administrasi, dan izin tidak masuk kerja.
Dalam suratnya Kepala BKN Bima Haria Wibisana juga menegaskan, PNS yang diperintahkan sebagai Plh atau Plt tidak perlu dilantik atau diambil sumpahnya. Cukup dengan surat perintah dari pejabat pemerintahan yang memberikan mandat.
Plh dan Plt bukanlah jabatan definitif. Oleh karena itu, keduanya tidak diberikan tunjangan jabatan struktural, sehingga dalam surat perintah tidak perlu dicantumkan besarnya tunjangan jabatan.
Selain itu, pengangkatan sebagai Plh atau Plt tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya, dan tunjangan jabatannya tetap dibayarkan sesuai dengan jabatan definitifnya.
Kepala BKN menambahkan, PNS atau pejabat yang menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrator, atau jabatan pengawas hanya dapat diperintahkan sebagai Plh atau Plt dalam jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrator, atau jabatan pengawas yang sama atau setingkat lebih tinggi di lingkungan unit kerjanya.
Kemudian, dalam menetapkan suatu keputusan atau tindakan, Plh dan Plt dharus menyebutkan atas nama Pejabat Pemerintahan yang memberikan mereka mandat. Kesimpulannya, Plh melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara; dan Plt melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap. (ar)
Leave a Reply