Trump Jadi Presiden, Islamofobia dan Rasisme Meningkat

ilustrasi
Share :
ilustrasi
ilustrasi

ragamlampung.com — Tak sampai sepekan setelah Donald Trump dinyatakan memenangi pemilu presiden, beberapa kasus rasisme, sentimen Islamofobia, dan xenophobia, muncul di beberapa daerah di Amerika Serikat. Retorika Trump selama masa kampanyenya terhadap kaum minoritas dan imigran pun dikhawatirkan akan semakin meluaskan diskriminasi di negara itu.

Sejak mencalonkan diri sebagai presiden, taipan real-estate ini memang tak jarang menyudutkan kaum imigran dan bahkan menyebut warga Muslim sebagai masalah di negaranya. Perrkataan Trump yang kontroversial dikhawatirkan akan menjadi pembenaran bagi para pendukungnya untuk melakukan tindakan kebencian.

CNN melaporkan, sebuah kasus yang menyiratkan sentimen Islamofobia muncul di New York University (NYU) Tandon School of Engineering. Menurut otoritas kampus, sejumlah siswa menemukan nama presiden AS terpilih itu tertulis di depan pintu ruang ibadah bagi umat Islam di gedung kampus mereka.

“Kampus kami nampaknya tidak cukup kebal terhadap kefanatikan yang sedang mendera Amerika,” ucap Himpunan Mahasiswa Muslim NYU melalui akun Facebook mereka.

Juru Bicara NYU Kathleen Hamilton menyebutkan sekitar 20 persen mahasiswa di kampus itu merupakan imigran. Hamilton menegaskan NYU selalu menjadi tempat bagi mahasiswa untuk dapat bebas berekspresi.

Hamilton mengungkapkan bahwa kepolisian New York tengah menyelidiki kasus ini. Pihak kampus belum bisa mengkonfimasi dugaan bahwa mahasiswanya bertanggung jawab atas insiden itu, karena setiap mahasiwa memerlukan lencana sebagai akses masuk ke dalam gedung kampus.

Sebuah grafiti berbau rasisme juga mencoreti salah satu dinding kamar mandi di gedung sekolah Minnesota High School. Tulisan lainnya yang terpampang di pintu kamar mandi bahkan bertuliskan “hanya untuk kulit putih”, “Amerika kulit putih”, dan “Trump”.

Moses Karngbaye, salah satu siswa, merasa takut melihat coretan itu yang bertuliskan, “#Go back to Africa” dan “Make America great again”.

“Saat melihat tulisan itu pertama kali saya merasa ingin menangis,” ucap Karngbaye kepada afiliasi CNN, WCCO.

Sementara itu, seorang mahasiwi San Diego State University diserang oleh dua pria yang melontarkan komentar soal Trump dan Muslim. Kedua pria tersebut merampas tas serta kunci mobil mahasiswa tersebut.

“Komentar yang dilontarkan kedua pria saat menyerang mahasiswi itu menunjukan bahwa dia (mahasiswi) menjadi target karena ia mengenakan jilbab dan merupakan seorang Muslim,” ucap Presiden SDSU Elliot Hirshman dalam sebuah pernyataan dan menganggap aksi itu sebagai tindakan kriminal dan ujaran kebencian.

Di negara bagian North Carolina, insiden rasisme muncul hanya jelang sehari setelah Trump menjadi presiden terpilih AS ke-45. Pesan rasisme yang merujuk pada pemilu itu terpampang di sebuah tembok di wilayah Durham.

“Kehidupan orang kulit hitam tidak penting, begitu juga suara kalian,” bunyi tulisan di dinding tersebut.

Grafiti yang diwarnai dengan simbol Nazi pun ikut muncul di Philadelphia Selatan. Beberapa bangunan dan kendaraan di jalanan Philadelphia Selatan dicoreti tulisan “Sieg Heil 2016” dan “Trump” berbalutkan simbol swastika.

Sejauh ini, kepolisian belum bisa menangkap pelaku vandalisme dan sentimen kefanatikan itu.

Sementara itu, seorang mahasiswi San Jose State University mengalami penyerangan berbau sentimen Islamofobia pada Rabu (9/11) sore. Seorang pria tiba-tiba menarik jilbab yang dikenakan seorang wanita saat sedang berjalan di area parkir mobil.

Insiden itu menyebabkan mahasiswi tersebut jatuh tercekik akibat kehilangan keseimbangannya. Pelaku penyerangan kemudian melarikan diri.

Berdasarkan laporan, pelaku penyerangan itu meruapakan pria berkulit putih mengenakan jaket hoodie berwarna gelap.

Pada Rabu pagi sebelumnya, sebagian besar mahasiwa universitas itu menggelar aksi protes ke jalanan mengutarakan penolakannya terhadap hasil pemilu yang memenangkan konglomerat asal New York itu. Kantor berita San Jose Mercury melaporkan, bentrokan sempat pecah antara pendukung Trump dan sekelompok mahasiswa lainnya.

Sementara itu seorang murid SMA di Shasta High School di Redding mengunggah video dirinya sendiri yang tengah memberikan sepucuk surat kepada sebagian siwa lainnya yang berasal dari beragam etnis bertuliskan “deportasi”. (ar)

Share :