Indonesia Kelebihan Jumlah Petani

ilustrasi
Share :
ilustrasi
ilustrasi

ragamlampung.com – Jumlah petani di Indonesia sudah terlalu banyak jika dibandingkan dengan luas lahan pertanian yang harus digarap dan hal ini menimbulkan masalah kemiskinan.

Menurut pengamat industri pangan Anton Apriyantono, total jumlah lahan Indonesia yang cocok untuk pertanian hanya berkisar 45 juta hektar. Jika dibagi oleh jumlah petani di Indonesia maka, kira-kira seorang petani hanya dapat menggarap kurang dari 1 hektar, jadi benefit yang didapatkan petani juga terbatas.

“Kita sering lupa, bahwa negara kita di dominasi oleh laut sedangkan lahan hanya sepertiga total luas Indonesia dan tidak semua cocok untuk lahan pertanian. Belum lagi masalah sawah yang dikonversi menjadi lahan lain dan semakin naiknya jumlah penduduk,” kata Anton, dalam Forum Dialog Nasional Pembangunan Berkelanjutan.

Anton mengatakan, sektor pertanian hanya menyumbangkan 13 persen dari GDP Indonesia, sedangkan jumlah petani mencapai 40 persen dari keseluruhan penduduk. Sementara, 70 persen dari jumlah keseluruhan petani adalah petani kecil dengan tingkat pendidikan rendah.

Menurut dia, salah satu permasalahan kemiskinan yang melilit petani dikarenakan karena sektor pertanian Indonesia yang tidak efisien sehingga produktivitasnya kurang, lahan yang sempit, belum lagi menghadapi tantangan seperti harga pangan yang tinggi karena distribusi yang panjang.

Maka, Anton menilai untuk sementara jika tak ada cara lain, para petani sebaiknya berpindah ke sektor industri yang lebih efisien sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.

“Selama masih ada masalah lahan, lebih baik petani beralih ke sektor lain yang lebih menguntungkan,” kata mantan Menteri Pertanian ini.

Untuk meningkatkan produksi di lahan yang terbatas, dia menyerukan pemerintah untuk membuat dedicated land yang dikhususkan untuk pertanian dan memperketat proses konversi lahan pertanian agar tidak dipakai industri lain.

“Contohnya, untuk Jawa di spesialisasikan untuk lahan pertanian, maka, pusat energi digarap di pulau lain, sedangkan industri lain pindah ke luar Jawa dan dekat dengan pusat energi” katanya.

Permasalahan lain, edukasi petani yang masih rendah dan kurangnya keahlian juga teknologi pangan. “Rata-rata petani hanya lulus atau tidak lulus SD, maka pengetahuan mereka terbatas, teknologi pangan juga kurang dan menyebabkan pertanian tak efisien dan kurang produktif,” kata Anton.

Masalah kredit usaha rakyat yang digagas pemerintah belum tepat sasaran, karena pada kenyataanya mayoritas diakses oleh para pelaku sektor menengah, sedangkan untuk petani kecil masih mengandalkan rentenir.

“KUR tak dapat diakses oleh petani kecil karena cenderung lebih rumit, sehingga mereka mengandalkan rentenir,” tambah Anton.

Dengan permasalahan tersebut, Anton menyerukan pemerintah untuk membuat skema kredit lain yang benar-benar efektif menyasar petani kecil. (ar)

Share :