Dimas Kanjeng Ditangkap, Pengikut Berharap Uang Mahar Dikembalikan

Share :

pengikut-dimas-pribadi
ragamlampung.com — Jumadi (49), warga Lampung, dan rekannya Hariyanto dari Jawa Tengah, pasrah mengetahui Dimas Kanjeng Taat Pribadi (49), pimpinan Padepokan “Bank Gaib” Dimas Kanjeng, diringkus Polisi. Ia merupakan satu dari sekian ribu pengikut (‘santri’) Dimas Kanjeng yang sangat mempercayai sebagai guru gaib yang bisa menggandakan uang.

Jumadi menolak menyebutkan nominal uang mahar yang sudah diberikan ke Dimas Kanjeng, tiga tahun lalu. Sesuai dengan jadwal yang dijanjikan Dimas Kanjeng, ia seharusnya ‘panen’ atau penggandaan uang itu ‘cair’ bulan ini, tapi kini menjadi kabur.

“Bulan dan tahun ini seharusnya saya memperoleh pencairan hasil ‘panen’ sebagaimana dijanjikan Dimas Kanjeng,” katanya.

Tertangkapnya Dimas Kanjeng membuat uang mahar (dan hasil panenannya) terancam tidak kembali. Namun, ia pasrah saat uang penggandaannya tidak cair. Hanya saja uang maharnya diharap masih bisa dikembalikan utuh.

Hariyanto juga sudah menunggu selama empat bulan di Padepokan Dimas Kanjeng dan menghabiskan bekalnya untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap harinya, kini harus cepat pulang ke Makassar dengan tangan kosong.

Selama empat bulan ini Jumadi dan Hariyanto mengikuti kegiatan rutinitas di padepokan. Mulai olahraga di pagi hari, salat lima waktu, mengaji, atau mendengarkan tausiah. Sebab siapapun yang mau uangnya digandakan wajib tinggal di padepokan menjelang pencairan uang hasil penggandaan Dimas Kanjeng.

Jumadi mengaku mengirimkan uang mahar sebesar Rp 15 juta yang dijanjikan Dimas Kanjeng akan digandakan menjadi Rp 150 juta dalam tempo lima tahun. Tahun (2016) ini sudah waktunya panen atau cair, namun ia yang sudah menunggu selama lima bulan di padepokan dengan biaya hidup sendiri, mengaku sangat kecewa karena harapannya untuk mendapatkan uang hasil penggandaan itu kini terancam pupus. Sirna.

Seperti halnya dengan ‘santri-santri’ lainnya, mereka kini hanya berharap, uang mahar mereka dikembalikan Dimas Kanjeng. Mereka mengaku kapok berharap yang aneh-aneh hanya karena kepincut tayangan via sosial media (sosmed) instagram ataupun FB yang sengaja disebarluaskan kaki tangan Dimas Kanjeng Taat Pribadi untuk menjaring korbannya.

“Jika diruntut asal-muasalnya, memang kita yang bodoh karena datang membawa uang mahar untuk digandakan. Lha Dimas Kanjeng kemudian menjanjikan jangka waktu antara tiga hingga lima tahun baru bisa cair yang istilahnya Dimas Kanjeng, dipanen,” katanya.

Sebagaimana pengakuan ‘santri-santri’ sebelumnya yang pulang dengan uring-uringan ketika waktunya panen tiba namun gagal direalisasikan oleh Dimas Kanjeng, pada umumnya sengaja mengulur-ulur waktu sehingga mereka upaya penggandaan uang secara gaib, tertunda.

Dimas Kanjeng pada umumnya berdalih, santri tersebut kurang tirakat, kurang serius dalam mengaji dan dalam mendengarkan tausiah serta kurang sedekah, dan masih banyak alasan lainnya yang dikaitkan dengan unsur keagamaan.

Setelah itu, Dimas Kanjeng pada umumnya kembali meyakhinkan bahwa uang mahar itu bisa digandakan dengan minta tambahan waktu antara satu hingga dua tahun lagi. Dengan bujuk rayunya, Dimas Kanjeng biasanya minta tambahan uang mahar relatif sama dengan sebelumnya dengan iming-iming nominal panenan hasil penggandaan uang yang ditunggu bisa lebih dirasakan nikmatnya.

Di sini para santri yang bernafsu memiliki uang berlipat ganda tanpa bekerja, pada umumnya tergiur dan memenuhi kehendak Dimas Kanjeng. (ar)

Share :